REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Langkah Kapolda Sumatra Barat (Sumbar) Inspektur Jenderal (Irjen) Suharyono mengumumkan 17 personelnya melanggar aturan dalam pencegahan aksi dugaan tawuran yang menewaskan korban anak AM dinilai positif. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Irjen Suharyono konsisten melanjutkan penindakan terhadap para anggotanya itu ke ranah pidana.
Komisioner KPAI Dian Sasmita mengatakan, agar kepolisian tak melulu menggunakan aturan kode etik profesi kepolisian sebagai batas maksimal dalam penindakan anggotanya yang melakukan penyiksaan dan kekerasan. “Kami mengapresiasi kapolda yang telah menetapkan 17 personelnya yang harus bertanggung jawab terhadap kasus tersebut. Dan KPAI berharap dapat digunakan UU Perlindungan Anak untuk menjerat pelaku kekerasan terhadap anak tersebut,” begitu kata Dian melalui siaran pers yang diterima, Jumat (28/6/2024).
Dian menerangkan, KPAI turut serta bersama Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), pun juga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) serta Ombudsman dalam rapat koordinasi dengan Polda Sumbar di Padang pada Kamis (27/6/2024). Dalam pertemuan tersebut, KPAI juga melakukan klarifikasi kepada keluarga korban anak AM serta pihak keluarga anak-anak lainnya yang turut mendapatkan kekerasan dan penyiksaan oleh kepolisian.
KPAI selama ini masih mengacu pada temuan hasil laporan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang menjadi tim advokasi keluarga anak korban AM dan saksi-korban W.
Kata Dian, dari klarifikasi dengan pihak-pihak keluarga anak AM dan saksi-saksi korban lainnya memang ada dugaan terjadinya kekerasan, bahkan penyiksaan. “KPAI bertemu dengan beberapa yang mengalami kekerasan seperti dipukul, disundut rokok, disetrum, disuruh guling-guling dan lain-lain,” begitu kata Dian.
Dari temuan langsung KPAI selama rapat koordinasi tersebut, kuat dugaan terjadinya pelanggaran pidana anak yang dilakukan oleh kepolisian. Sebab itu, kata Dian, agar kepolisian tak cuma menjerat etik pelaku kekerasan, namun juga menjadikan UU Perlindungan Anak sebagai basis penindakan hukum.
Kemarin (27/6/2024) Kapolda Sumbar Irjen Suharyono mengumumkan 17 personel Sabhara Polda Sumbar terbukti melanggar aturan dalam pengamanan dan penindakan para pelajar yang diduga akan melakukan tawuran. Pelanggaran tersebut berupa terjadinya kekerasan dan dugaan penganiyaan yang ditengarai menjadi sebab kematian anak AM.
“Kami mengumumkan dari hasil penyelidikan dan juga dari hasil pemeriksaan bahwa 17 anggota kami terbukti diduga memenuhi unsur (pidana),” begitu kata Suharyono di Mapolda Sumbar, Padang, Kamis (27/6/2024).
Kata dia, dari pemeriksaan internal juga terbukti, 17 anggota kepolisian tersebut melakukan pelanggaran kode etik. “Yaitu berupa tindakan yang tidak sesuai dengan SOP di dalam melakukan pengamanan, dan pemeriksaan. 17 itu Sabhara semuanya. Dan 17 anggota itu akan kami sidangkan,” begitu kata kapolda.
Belasan personel yang bersalah tersebut, kata Suharyono, merupakan bagian dari 40-an anggota kepolisian yang diperiksa terkait dengan pengamanan dan pemeriksaan anak-anak yang ditangkap lantaran disinyalir akan melakukan tawuran, pada Ahad (9/6/2024) subuh lalu. Namun terkait dengan tawuran tersebut, dipastikan tak pernah terjadi.