Selasa 02 Jul 2024 00:08 WIB

Benarkah Anak Tunggal Punya Sifat Egois dan Keras Kepala?

Tidak banyak bukti ilmiah yang mendukung sindrom anak tunggal.

Rep: Mgrol152/ Red: Qommarria Rostanti
Keluarga dengan anak tunggal (ilustrasi). Tidak banyak bukti ilmiah yang mendukung sindrom anak tunggal.
Foto: MGROL100
Keluarga dengan anak tunggal (ilustrasi). Tidak banyak bukti ilmiah yang mendukung sindrom anak tunggal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah Anda pernah mendengar  anggapan bahwa anak tertua suka memerintah, anak tengah suka memberontak, dan anak bungsu selalu mendapatkan apa yang diinginkannya? Ada juga yang menganggap hal itu hanya stereotipe berlebihan.

Tak hanya bagi kakak-beradik, ada juga stereotipe tentang anak tunggal. Menurut teori "sindrom anak tunggal", tidak memiliki saudara kandung dapat membuat seseorang lebih mungkin mengembangkan karakteristik tertentu.

Baca Juga

Menurut Kristie Tse, LMHC, seorang psikoterapis dan pendiri Uncover Mental Health Counseling, sindrom anak tunggal mengacu pada gagasan bahwa anak tunggal cenderung memiliki serangkaian sifat negatif seperti mementingkan diri sendiri atau keras kepala. Teori ini dapat ditelusuri kembali ke tahun 1896 ketika psikolog anak Amerika, G Stanley Hall, memublikasikan hasil survei nasional yang dilakukannya.

Menurut temuannya, anak tunggal memiliki daftar panjang sifat-sifat negatif yang sama, membuatnya sampai mengatakan bahwa menjadi anak tunggal adalah "penyakit" tersendiri. Tak perlu dikatakan lagi, karyanya kini dipandang kontroversial.

Selama 50 tahun terakhir, para ahli psikologi anak telah menantang dan menyanggah banyak kesimpulan Hall. Sebuah studi pada 2019 yang dilakukan pada lebih dari 20.500 orang dewasa membantah gagasan bahwa menjadi anak tunggal secara signifikan memengaruhi kepribadian.

Para peneliti menemukan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan kepribadian yang signifikan antara orang yang tumbuh dengan saudara kandung dan mereka yang tidak memiliki saudara kandung. Anak tunggal sedikit lebih mungkin menunjukkan tanda-tanda neurotisme, misalnya, tetapi mereka juga lebih mungkin memiliki tingkat keterbukaan yang lebih tinggi.

Tidak banyak bukti ilmiah yang mendukung sindrom anak tunggal. Namun, apa yang dikatakan para ahli tentang perbedaan kepribadian antara anak tunggal dan anak yang tidak memiliki anak tunggal? "Pengalaman anak tunggal sangat beragam, dan perkembangan mereka dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk gaya pengasuhan, status sosial ekonomi, dan kesempatan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya," kata Rosado.

Sebagai contoh, Rosado menunjukkan bahwa anak tunggal di daerah perkotaan dengan orang tua yang lebih muda dan aktif secara sosial mungkin memiliki akses ke berbagai pengalaman budaya dan pendidikan. Selain itu, anak tunggal yang dibesarkan oleh orang tua tunggal dengan kesejahteraan yang baik dapat mengembangkan rasa ketahanan dan tanggung jawab yang kuat karena mengamati tantangan orang tua mereka, tetapi mereka juga dapat menghadapi kesulitan karena tekanan ekonomi dan sumber daya yang terbatas.

Apakah sindrom anak tunggal itu nyata? Konsensus umumnya adalah tidak. Hanya karena seseorang tidak dilahirkan dalam keluarga dengan banyak anak, bukan berarti mereka dijamin akan menjadi seperti itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement