REPUBLIKA.CO.ID, HAMBURG -- Kapten tim nasional Prancis Kylian Mbappe di ambang pertandingan krusial di Euro 2024. Les Blues akan mentas pada ronde kedua babak do or die alias perempat final melawan Portugal, Sabtu (6/7/2024) dini hari WIB.
Jelang laga penting ini, Mbappe sempat-sempatnya berbicara politik. Ternyata, Mbappe menilai negaranya dalam kondisi genting sehingga ia harus bicara untuk perbaikan.
Menurut Mbappe, Prancis sedang berada dalam situasi politik yang sangat buruk karena semakin dekat dengan pemerintahan sayap kanan yang pertama sejak Perang Dunia II. Sebab Partai National Rally memperoleh hasil yang kuat, sekitar 33 persen suara secara nasional dalam putaran pertama pemilihan umum pada Ahad (30/6/2024) lalu. Hasil ini membuat partai Marine Le Pen siap untuk mendapatkan kekuasaan.
Putaran kedua pemilihan legislatif akan diadakan pada Ahad, 7 Juli dan Mbappe menganjurkan para pemilik suara datang ke bilik suara untuk memilih. "Saya pikir sekarang, lebih dari sebelumnya, Anda harus pergi (memilih)," kata Mbappé, yang berbicara di Hamburg, Jerman, sehari sebelum Prancis melawan Portugal di perempat final Kejuaraan Eropa.
"Ini adalah saat yang mendesak. Kita tidak bisa membiarkan negara kita jatuh ke tangan orang-orang ini. Ini mendesak, kita telah melihat hasilnya, ini adalah bencana besar."
Mbappe sudah membuat seruan serupa sebelumnya di Euro 2024, ketika ia mengatakan "kaum ekstremis mengetuk pintu kekuasaan". Sekarang, imbauan Mbappe makin memiliki urgensi kuat karena hanya berselang hari untuk pemilihan kedua.
"Kami benar-benar berharap ini akan berubah," katanya tentang hasil pemilu, "bahwa semua orang akan bersatu untuk pergi dan memberikan suara, dan memilih partai yang tepat."
Presiden Emmanuel Macron, yang berhaluan tengah, tengah berupaya mengadang partai sayap kanan National Rally. Para pemain Prancis, yang kerap dinyatakan pertanyaan yang sama soal kondisi negaranya, satu suara mengimbau agar rakyat Prancis mencegah National Rally berkuasa. Sebab, partai ini punya sejarah yang lekat dengan rasisme dan xenofobia.
Tim sepak bola Prancis yang memenangkan gelar Euro 2000 dua tahun setelah mengangkat trofi Piala Dunia pertama di Paris dipuji sebagai contoh keberagaman dan persatuan. Perpaduan pemain "Black, Blanc, Beur" (Hitam, putih dan Arab) adalah gema dari bendera tiga warna Prancis, biru, putih dan merah.
Kerukunan ini berpeluang tercabik bila partai Marine Le Pen tersebut berkuasa. Umat Muslim di Prancis yang berpeluang terbesar merasakannya.