Jumat 05 Jul 2024 15:10 WIB

Larang Jilbab, Ini Pernyataan MUI Terkait Meningkatnya Islamofobia di Tajikistan

MUI menyayangkan Tajikistan membatasi Muslim.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Ketua Umum MUI, KH Anwar Iskandar.
Foto: Republika/Muhyiddin
Ketua Umum MUI, KH Anwar Iskandar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merujuk pemberitaan sejumlah media baru-baru ini mengenai pengesahan Undang-undang (UU) yang membatasi kaum Muslimin Tajikistan melaksanakan ajaran agamanya. Antara lain larangan menggunakan jilbab dan larangan anak di bawah umur 18 tahun memasuki masjid, dengan ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan pernyataan sebagai berikut.

"Pertama, menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas pengesahan undang-undang oleh penguasa Tajikistan yang membatasi kaum Muslimin dalam melaksanakan ajaran agamanya," kata KH Anwar Iskandar dalam pernyataan sikap resmi MUI yang diterima Republika, Jumat (5/7/2024)

Baca Juga

Kiai Anwar mengatakan, undang-undang tersebut benar-benar telah bertentangan dengan hukum HAM Internasional yang menjamin hak setiap orang untuk melaksanakan keyakinan agamanya.

Kedua, MUI menegaskan bahwa undang-undang tersebut juga berlawanan dengan Resolusi PBB Anti-Islamofobia yang berhasil diperjuangkan oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menjadi Resolusi PBB pada tanggl 15 Maret 2022. Kebijakan pemerintah Tajikistan tersebut telah memperlemah upaya internasional khususnya OKI dalam perang melawan Islamofobia.

"Tajikistan sebagai negara anggota OKI seharusnya mengambil kebijakan yang sejalan dengan kebijakan OKI dan resolusi PBB tersebut bukan menciptakan dan membangun Islamofobia," ujar Kiai Anwar.

MUI menyerukan kepada pemerintah RI dan negara anggota OKI lainnya untuk melakukan upaya pendekatan dan mendesak kepada pemerintah Tajikistan untuk mematuhi Piagam dan kesepakatan OKI, serta Resolusi PBB dan hukum internasional yang terkait.

Demikian pernyataan ini dibuat oleh MUI untuk memenuhi tanggung jawab dan tugasnya sesuai dengan konstitusi RI, spirit memperkokoh Ukhuwah Islamiyah, dan dalam rangka memperkukuh harmoni di kalangan masyarakat Internasional.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

(QS. Ali 'Imran ayat 159)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement