Selasa 16 Jul 2024 19:50 WIB

Diduga Korupsi Dana Padat Karya Mangrove, Dua Pejabat BPDAS Cimanuk Citanduy Ditahan

Temuan itu juga didukung adanya Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Arie Lukihardianti
Kajari Indramayu, Arief Indra (tengah) dan jajarannya menunjukkan barang bukti uang yang berhasil disita dalam kasus dugaan korupsi program padat karya penanaman mangrove di pesisir pantai Kabupaten Indramayu, di Kantor Kejari Indramayu, Selasa (16/7/2024).
Foto: Lilis Sri Handayani
Kajari Indramayu, Arief Indra (tengah) dan jajarannya menunjukkan barang bukti uang yang berhasil disita dalam kasus dugaan korupsi program padat karya penanaman mangrove di pesisir pantai Kabupaten Indramayu, di Kantor Kejari Indramayu, Selasa (16/7/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU---Kejaksaan Negeri Indramayu menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam kegiatan padat karya penanaman mangrove di Kabupaten Indramayu. Program itu berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Cimanuk – Citanduy tahun 2020.

Kepala Kejari Indramayu, Arief Indra Kusuma Adhi mengatakan, kedua tersangka adalah RD, selaku Kepala BPDAS Cimanuk Citanduy yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), serta BP selaku Plt Kasi Program pada BPDAS Cimanuk Citanduy yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).

Baca Juga

‘’Keduanya kami lakukan penahanan. (Mulai hari ini) kami titipkan di Lapas Indramayu selama 20 hari kedepan,’’ ujar Arief, saat ditemui di Kantor Kejari Indramayu, Selasa (16/7/2024).

BPDAS Cimanuk-Citanduy pada 2020 mendapatkan anggaran kegiatan rehabilitasi hutan mangrove senilai Rp 13.050.000.000. Rehabilitasi itu diperuntukkan untuk hutan mangrove di pesisir pantai Kabupaten Indramayu.

Dalam anggaran itu, kata Arief, salah satunya terdapat item pembelian bibit untuk sembilan kelompok tani di Kabupaten Indramayu sebesar Rp 5.941.260.000. Anggaran tersebut untuk 3.300.700 batang bibit mangrove, dengan harga satuan Rp 1.800 per bibit.

‘’Namun pada kenyataannya tidak sesuai dengan pembelian sehingga terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp 1.330.629.000,’’ kata Arief.

Temuan itu juga didukung adanya Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh BPK RI. Yang pada pokoknya, kelebihan pembayaran sebesar Rp 1,33 miliar tersebut menjadi kerugian negara. ‘’(Program itu dibiayai) dari APBN,’’ kata Arief.

Arief mengatakan, dalam program padat karya itu, pemerintah bermaksud untuk menjaga kelestarian daerah pesisir. Di samping itu, program tersebut juga menstimulasi masyarakat pesisir supaya bisa ikut berpartisipasi dan memperoleh pendapatan.

Namun dalam pelaksanaannya, program tersebut diduga dikorupsi sehingga hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Pihak Kejari Indramayu pun sudah mengecek langsung ke lokasi penanaman mangrove tersebut. Namun ternyata, sebagian besar tanaman mangrove itu kini sudah hilang tersapu banjir rob.

‘’Proses penanaman dulunya memang ada. Tapi karena yang ditanamnya tidak sesuai dengan spek, jadi risiko gagalnya sangat tinggi dan itu yang terjadi. Di beberapa tempat, tanamannya sudah tidak ada,’’ katanya.

Arief menyebutkan, dalam kasus itu pihaknya telah mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya, uang senilai Rp 575 juta.

Kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

‘’Ancaman hukumannya paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar,’’ kata Arief. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement