REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) terus mendorong penguatan ekosistem haji dan umrah serta efek bergandanya kepada masyarakat sebagai potensi ekonomi dan devisa bagi negara. Langkah ini selaras dengan rencana pemerintah yang ingin mengejar potensi devisa senilai Rp 200 triliun yang bisa dibawa masuk ke Indonesia dari kegiatan haji dan umrah.
Ketua Asbisindo Hery Gunardi mengatakan setiap tahunnya masyarakat muslim Indonesia mengeluarkan sekitar Rp 65 triliun lebih untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah di Tanah Suci. Hery menegaskan potensi ini harus dicermati secara ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Agama memperkirakan potensi devisa yang bisa dibawa masuk ke Indonesia dari kegiatan haji dan umrah mencapai setidaknya Rp 200 triliun per tahun. Pada 2024, Indonesia menjadi negara pengirim delegasi haji terbesar di dunia dengan kuota 241.000 jamaah yang terdiri atas 221.000 kuota haji normal dan 20.000 kuota tambahan.
“Asbisindo berupaya mendukung pemerintah dari sisi penguatan ekonomi syariah, di mana salah satu prinsip pengelolaan syariah adalah memberikan kemaslahatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat,” ujar Hery dalam acara penandatanganan perjanjian kerjasama (PKS) antara Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan 30 Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH) dikutip Selasa (23/7/2024).
Hery mengatakan, ekonomi Indonesia tahun 2023 mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,05 persen dan tahun 2024 ini diperkirakan pertumbuhan ekonomi berkisar antara 4,7 persen sampai 5,5 persen. Seiring dengan kondisi ekonomi tersebut kinerja keuangan perbankan syariah menunjukkan ketahanan yang baik. Pada posisi Februari 2024, Rasio CAR Bank Umum Syariah sudah mencapai angka lebih dari 25 persen, tepatnya 25,35 persen.
Sementara itu fungsi intermediasi perbankan syariah juga berjalan dengan baik. Aset dan pembiayaan perbankan syariah tumbuh double digit secara tahunan, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan perbankan nasional. Pertumbuhan ini berdampak pada peningkatan marketshare.
“Aset perbankan syariah sekarang sudah mencapai hampir 8 persen. Dari tadinya sekitar 7,33 persen dan diikuti dengan peningkatan marketshare pembiayaan, sudah mencapai 8,11 persen. Jadi ada kehidupan kelihatannya perbankan syariah sudah terus mendorong pertumbuhan marketshare,” papar Hery.
Hery menyebut daya tahan ekonomi Indonesia yang baik ini Juga diikuti secara global. State Global Islamic Economy atau SGIE pada laporan terbaru menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga dengan skor 80,1 setelah Malaysia dan Arab Saudi. Dirinya mengatakan raihan tersebut merupakan hasil kerja sama seluruh pemangku kepentingan. Di mana peran regulator sangat penting dalam memberikan arahan dan sasaran yang akan dicapai baik dari sisi ekonomi syariah maupun keuangan syariah.
Hery berharap, kerja sama BPKH dengan perbankan syariah dalam pengelolaan dana haji mampu meningkatkan kepercayaan pemerintah dan seluruh masyarakat terhadap sistem dan penyelenggara keuangan syariah di Indonesia.
“BPKH serta semua mitra bank syariah berkomitmen untuk menjadikan Indonesia sebagai kontributor utama pembangunan berkelanjutan di dunia. Semoga dengan adanya kerja sama ini, dapat memberikan manfaat yang luas bagi seluruh mitra BPKH, khususnya BPS BPIH,” tutup Hery yang juga merupakan Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia, Tbk (BSI).
Adapun, BSI sebagai bank syariah terbesar di Indonesia menjadi pilihan sebagian besar para calon haji. Daftar tunggu (waiting list) jamaah BSI tercatat mencapai sekitar 3,3 juta calon jamaah atau setara nominal Rp 87 triliun. Hal ini setara dengan 62 persen dari total jamaah waiting list seluruh BPS BPIH yaitu 5,4 juta jamaah.
Adapun, nilai tabungan haji di BSI per Juni 2024 tercatat sejumlah 5,21 juta NoA atau senilai Rp 12,475 triliun. Haji reguler BSI per Juni 2024 mencapai 79.661 jamaah atau sebesar 54,12 persen dari total seluruh BPS BPIH di Indonesia yang mencapai 147.175 jamaah.