REPUBLIKA.CO.ID, GOLAN – Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mencoba mencari simpati di dataran Tinggi Golan, wilayah yang terdampak serangan roket pada Sabtu pekan lalu. Bukannya disambut, Netanyahu justru diteriaki sebagai “pembunuh” dan diusir dari lokasi tersebut.
Dilansir the Times of Israel, ia disambut oleh demonstrasi penuh kemarahan pada Senin ketika mengunjungi lokasi insiden roket mematikan di kota Majdal Shams di Dataran Tinggi Golan yang menewaskan 12 anak pada Sabtu.
Sekelompok warga Druze berpakaian hitam berkumpul di luar lapangan sepak bola di mana 12 anak terbunuh sementara Netanyahu melakukan tur dengan para pemimpin setempat. Gerombolan meneriakkan dalam bahasa Ibrani agar Netanyahu pergi. Kerumunan penduduk setempat – sekitar sepuluh baris – berdesak-desakan melawan penghalang ketika Netanyahu berkeliling daerah tersebut, beberapa di antaranya meneriaki pemimpin Israel tersebut, menyebutnya sebagai “pembunuh” dan menuntut agar dia pergi.
Yang lain mengacungkan poster yang menyebut Netanyahu sebagai penjahat perang. Netanyahu mengabaikan para demonstran, malah menjanjikan “tanggapan keras” terhadap Hizbullah. “Anak-anak ini adalah anak kita, mereka semua adalah anak kita semua,” ujarnya. “Israel tidak akan dan tidak bisa membiarkan hal ini berlalu begitu saja. Tanggapan kami akan datang, dan itu akan sangat keras.”
Wilayah Dataran Tinggi Golan dicaplok Israel dari Suriah pada perang 1967 dan diduduki sejak 1980-an. Resolusi internasional sejauh ini tak mengakui penguasaan Israel atas wilayah tersebut. Banyak warga Dataran Tinggi Golan, termasuk yang meninggal akibat insiden roket, masih merupakan warga Suriah dan enggan berganti kewarganegaraan ke Israel.
Meskipun Hizbullah membantah terlibat dalam serangan itu, Israel dan Amerika Serikat menyalahkan kelompok dari Lebanon tersebut. Israel telah bersumpah akan membalas.
Pada Ahad malam, para menteri Israel memberi wewenang kepada Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant untuk memutuskan “cara dan waktu” tanggapan mereka.
Netanyahu meletakkan karangan bunga di lokasi serangan, mengatakan bahwa orang-orang Yahudi dan Druze adalah saudara: “Kami memiliki perjanjian hidup, tapi sayangnya itu juga merupakan perjanjian saat-saat berkabung dan berduka. Kami memelukmu.”
Dia mendesak komunitas Druze untuk tidak kehilangan harapan, dan berjanji bahwa Israel akan mendukungnya, “hari ini, besok dan selamanya.” Kunjungan itu disensor sampai dia meninggalkan kota.
Netanyahu juga mengunjungi anggota keluarga yang berduka, didampingi oleh para pejabat termasuk direktur Shin Bet Ronen Bar, pemimpin spiritual Druze Israel Muafek Tarif, dan kepala dewan lokal Majdal Shams dan Ein Qiniya.
Baik Israel maupun Hizbullah sejauh ini tampaknya menghindari eskalasi yang dapat menyebabkan perang habis-habisan yang berpotensi menyeret negara-negara lain termasuk Amerika Serikat dan Iran, namun serangan pada hari Sabtu mengancam akan mengubah kebuntuan tersebut menjadi fase yang lebih berbahaya.