Rabu 07 Aug 2024 15:21 WIB

Polemik PP 28/2024, Muhammadiyah: Pernyataan Kemenkes tak Sesuai Undang-Undang

Penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja berpotensi timbulkan maraknya seks bebas.

Red: Hasanul Rizqa
Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Muti
Foto: Republika/Havid Al Vizki
Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Muti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk menyediakan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah terus menuai sorotan. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti mengkritik kebijakan itu karena dinilainya melanggar aturan perundang-undangan.

Di Indonesia, pernikahan diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019. Ini berkenaan dengan perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang hingga kini masih berlaku.

Baca Juga

Menurut Abdul Mu'ti, pernyataan Kemenkes RI sejauh ini bertentangan dengan aturan legal di Indonesia. Sebab, ada batas minimal usia pernikahan dalam UU Perkawinan maupun terkait UU 16/2019.

"Pernyataan juru bicara Kemenkes tentang alat kontrasepsi untuk remaja yang sudah menikah itu bertentangan dengan UU Perkawinan. Batas minimal usia perkawinan adalah 19 tahun. Remaja adalah mereka yang berusia di bawah 19 tahun," kata Sekum PP Muhammadiyah melalui akun X-nya, Rabu (7/8/2024).

Ia pun mengimbau pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Bila tidak demikian, kebijakan bagi-bagi alat kontrasepsi, semisal kondom, untuk kalangan remaja berpotensi pada sikap permisif pada seks bebas. Sekalipun yang menerima itu sudah menikah, lanjut Sekum PP Muhammadiyah, kekhawatiran itu tetap ada.

"Jangan sampai kepedulian akan kesehatan reproduksi merusak kesehatan mental dan moral masyarakat, khususnya remaja. Penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja berpotensi menimbulkan terjadinya seks bebas di kalangan masyarakat," tegas Abdul Mu'ti.

Izin atau dispensasi perkawinan di bawah 19 tahun memang dimungkinkan bagi mereka yang sudah hamil di luar ikatan pernikahan yang sah atau kehamilan yang tidak dikehendaki. Menurut Abdul Mu'ti, pemerintah semestinya berfokus pada penguatan pendidikan dan moral para remaja, bukan program bagi-bagi kondom. Di samping itu, dalam pelaksanaannya penyediaan alat kontrasepsi juga akan sulit dikontrol.

Sebelumnya, Kemenkes RI mengklarifikasi terkait pasal tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah. Ini menyusul terbitnya PP 28/2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril MPH menjelaskan, edukasi terkait kesehatan reproduksi termasuk juga penggunaan kontrasepsi.

“Penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” kata Syahril dalam keterangannya pada Selasa (6/8/2024).

“Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” lanjut Syahril.

Dari tokoh ramai dibicarakan ini, siapa kamu jagokan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2024

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement