Jumat 09 Aug 2024 17:00 WIB

Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Pangan Inggris

Pemangkasan emisi gas rumah kaca mendesak untuk menahan perubahan iklim.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Perubahan iklim (ilustrasi). Perubahan iklim mengancam ketahanan pangan di Inggris.
Foto: www.freepik.com
Perubahan iklim (ilustrasi). Perubahan iklim mengancam ketahanan pangan di Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lembaga think-tank Energy and Climate Intelligence Unit (ECIU) memperingatkan perubahan iklim menimbulkan dampak ganda pada ketahanan pangan Inggris. Pasalnya, cuaca ekstrem mengancam produk-produk pertanian Inggris maupun negara pengekspor.

ECIU mengatakan produk pertanian penting mulai dari kentang, bawang, gandum sampai gula di seluruh dunia rusak akibat panas, kekeringan dan banjir. Hal ini menaikkan harga dan mengancam ketahanan pangan.

ECIU mengatakan meski meningkatkan produksi dalam negeri cukup menggoda untuk menutup kekosongan yang ditinggalkan produk impor, tapi Inggris juga kesulitan dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

Dikutip dari Belfast Telegraph, Jumat (9/8/2024), analisa ICIU mengungkapkan setengah dari produk pangan yang dikonsumsi di Inggris merupakan produk impor. Setengahnya lagi merupakan komoditas yang tidak bisa tumbuh di Inggris seperti kakao, pisang, dan kopi.

Inggris juga banyak memproduksi sendiri produk pertaniannya, setidaknya pada musim tertentu seperti kubis-kubisan untuk minyak goreng, bawang, gula, kembang kol, brokoli, gandum, dan kentang. Dampak ganda perubahan iklim pada ketahanan pangan Inggris ini dapat dijelaskan dengan beberapa kasus. Contohnya bawang, 47 persen bawang yang dikonsumsi di Inggris merupakan produk dalam negeri.

Namun, karena musim dingin yang basah mencegah atau menunda petani Inggris memanen bawang. Ilmuwan mengatakan perubahan iklim membuat hujan 20 persen lebih intensif. Sementara, dua perlima bawang impor Inggris berasal dari wilayah Mediterania yang saat ini mengalami kekeringan parah dan berkepanjangan. Menurut ilmuwan, panas ekstrem di wilayah tersebut tidak mungkin terjadi tanpa perubahan iklim.

Hal itu juga berlaku untuk minyak goreng, panen kubis-kubisan untuk minyak atau Brassica napus Inggris tahun ini diproyeksikan turun 38 persen karena cuaca basah pada musim dingin dan awal musim semi tahun ini. Sementara wilayah Mediterania yang menghasilkan minyak zaitun juga dilanda panas ekstrem selama dua tahun terakhir.

Inggris juga memproduksi sendiri 55 persen brokoli dan kembang kolnya. Produk pertanian itu juga dihantam cuaca basah di Inggris dan panas ekstrem dan kekeringan di Mediterania. Pemasok utama Spanyol mengalami kekeringan parah sejak awal 2024.

Panas ekstrem dan kekeringan juga menghantam industri gula India dan Thailand pada tahun 2023 dan 2024. Penurunan produksi menaikan harga gula dunia. Dua tahun terakhir harga gula di Inggris naik hingga 68 persen.  

Begitu pula dengan gandum dan kentang. Panen dua produk pertanian itu tertunda akibat cuaca basah di Inggris.

Sementara pengimpor utama seperti Prancis dan Jerman juga dilanda hujan deras tahun lalu. Mesir yang merupakan produsen kentang untuk pasar Inggris juga dilanda panas ekstrem.

ECIU memperingatkan volatilitas harga minyak dan gas akan menambah masalah. Contohnya membuat biaya untuk menanam dan memanen tomat di dalam rumah kaca menjadi semakin mahal.

Lembaga think-tank itu mendesak pemangkasan emisi gas rumah kaca untuk menahan perubahan iklim serta memberi dukungan pada petani untuk beradaptasi pada perubahan kondisi, yang mana bumi sudah 1,2 derajat Celsius lebih panas di masa pra-industri.

Kepala program internasional ECIU Gareth Redmond-King mengatakan perubahan iklim menyebabkan rata-rata harga makanan yang dibayarkan konsumen-konsumen Inggris dalam tahun terakhir mengalami kenaikan.

"Kami mengimpor separuh dari apa yang kami makan, dan sangat menggoda untuk menyarankan agar kami menanam lebih banyak di dalam negeri karena panas, kekeringan, kebakaran, dan banjir menghantam produksi pangan di banyak bagian dunia," kata Redmond-King.

Namun, tambahnya, tahun ini Inggris juga mengalami musim dingin dan semi terbasah dalam catatan. Hal ini berdampak pada panen, sehingga mengancam ketahanan pangan Inggris. "Karena harga makanan yang ditanam di dalam negeri maupun yang impor naik karena kelangkaan," katanya.

Ia mengatakan satu-satunya solusi untuk mencegah kondisi ekstrem yang lebih buruk adalah dengan mencapai nol-emisi. Sementara para petani membutuhkan bantuan untuk beradaptasi dengan kenaikan suhu yang sudah terjadi. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement