REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelidikan ilmiah terhadap fenomena gempa bumi dinamakan sebagai seismologi. Istilah itu berasal dari gabungan dua kata bahasa Yunani Kuno, seismos dan logia. Masing-masing berarti ‘gempa bumi’ dan ‘studi’.
Salah satu alat terpenting untuk seorang peneliti gempa adalah seismoskop (sering pula disebut seismograf/seismometer). Benda ini berfungsi sebagai sensor getaran permukaan tanah, sehingga mampu mendeteksi seberapa besar suatu gempa bumi. Hasil rekamannya dinamakan seismogram.
Peradaban Cina Kuno meneguhkan tonggak penting dalam sejarah seismologi. Robert Reitherman (2013: 6) menyebut Zhang Heng (79-139), ilmuwan serba-bisa dari Dinasti Han, sebagai penemu seismoskop pertama di dunia. Bentuknya menyerupai mangkuk atau guci terbalik yang terbuat dari perunggu.
Tingginya kira-kira dua meter. Pada tepi permukaannya di delapan titik yang tersebar merata terdapat patung kecil naga-naga dengan mulut terbuka. Masing-masing mulut naga itu menampung sebuah bola kecil seperti kelereng.
Tepat di bawah setiap kepala naga, ada patung katak kecil yang seakan-akan siap menyambut jatuhnya kelereng tersebut. Suatu getaran atau gempa terdeteksi apabila kelereng-kelereng itu menimbulkan bunyi sehingga jatuh ke mulut katak di bawahnya. Instrumen ini diketahui dapat mendeteksi indikasi adanya gempa bumi, sekalipun orang-orang di sekitarnya tidak merasakan apa-apa. Dengan alat ini, dapat diketahui arah kedatangan suatu getaran gempa bumi.
Perkembangan terjadi berikutnya pada abad ke-13 di Observatorium Maragheh, Persia. Alat pendeteksi getaran permukaan tanah terdapat di lembaga penyelidikan astronomi itu, yang didirikan pada 1259. Ilmuwan genius Muslim yang juga astronom, Nashiruddin Thusi (1201-1274), sempat memimpin Maragheh. Bagaimanapun, inovasi yang lebih jauh terjadi sejak abad modern.
Pada permulaan abad ke-18, beberapa ilmuwan Eropa berfokus untuk menciptakan alat pengukur getaran gempa. Pada 1703, de la Hautte Feuille merancang seismoskop yang berupa wadah tabung berbentuk U yang berisi air raksa. Bilamana getaran merembet, sebagian merkuri akan tumpah. Pada prinsipnya, cara kerja instrumen ini agak mirip dengan temuan Zhang Heng dari abad silam.
Merujuk pada Encyclopedia Britannica, seismograf pertama yang berfungsi optimal adalah karya ilmuwan Italia, Filippo Cecchi, pada 1875. Instrumen ini menggunakan pendulum. Fungsinya untuk merekam gerakan relatif sehubungan dengan getaran pada permukaan tanah. Gerakan yang dihasilkan dari gelombang seismik itu yang akan memungkinkan seseorang untuk menentukan waktu terjadinya gempa serta durasinya.
Pada 1880, trio ilmuwan yakni Sir James Alfred Ewing, Thomas Gray, dan John Milne mengembangkan alat pendeteksi getaran gempa saat mereka bekerja di Jepang. Mereka juga mendirikan Masyarakat Seismologis Jepang, sesudah peristiwa gempa besar yang menghancurkan Jepang tahun yang sama, Akhirnya, Milne berhasil merancang seismograf dengan pendulum horizontal. Dia pun terbilang sukses menggunakan temuannya untuk merekam beberapa kejadian gempa bumi yang menghantam Jepang.
Seismograf yang direkayasa Milne lalu dikembangkan lagi di Amerika Serikat. Jadilah prototipe seismograf modern yang terus digunakan hingga zaman saat ini.