REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Pemerintah Palestina sedang mengerjakan "rencana komprehensif" untuk rekonstruksi Jalur Gaza yang hancur akibat perang, kata Perdana Menteri Mohammad Mustafa pada Selasa.
"Kemajuan signifikan telah dicapai dalam menyiapkan kerangka kerja untuk rencana rekonstruksi Gaza dan Tepi Barat," kata kantor perdana menteri Palestina. "Pemerintah Palestina juga meluncurkan program pembangunan ekonomi dan sosial besar-besaran dalam kerja sama dengan Bank Dunia, PBB, dan Uni Eropa," tambah kantor perdana menteri dalam sebuah pernyataan.
Perdana Menteri menekankan perlunya "memperluas secara signifikan operasi bantuan darurat dan pemulihan awal". Pekerjaan itu termasuk pemulihan layanan penting seperti air, layanan kesehatan, listrik, sanitasi, pendidikan, pembersihan puing, tempat penampungan sementara, dukungan mata pencaharian, pemulihan, dan pemberdayaan ekonomi."
Mustafa menyerukan tekanan internasional "untuk menghentikan agresi (Israel), dan untuk mendukung respons darurat guna menyediakan layanan penting, membangun kembali infrastruktur di Gaza, mencapai stabilitas, dan memastikan kehidupan yang bermartabat bagi rakyat Palestina."
Israel terus melanjutkan serangan brutal di Jalur Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Serangan Israel telah mengakibatkan lebih dari 40.170 kematian warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta lebih dari 92.740 cedera, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade yang sedang berlangsung di Gaza telah menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah, meninggalkan sebagian besar wilayah tersebut dalam kehancuran.
Israel menghadapi tuduhan genosida di Pengadilan Internasional, yang telah memerintahkan penghentian operasi militer di kota Rafah di selatan, di mana lebih dari satu juta warga Palestina telah mencari perlindungan sebelum daerah tersebut diserang pada 6 Mei.
Protes Perang Israel
Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada 15 Agustus 2024 mengatakan kepada parlemen Turki bahwa ia telah memutuskan untuk mengunjungi Gaza dan Yerusalem untuk memprotes perang Israel di daerah kantong padat penduduk itu. Presiden Abbas menambahkan bahwa tidak melihat akhir dari konflik kecuali Israel menarik diri dari tanah Palestina yang dijajah.
Presiden Abbas bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Ankara pada Rabu (14/8) untuk membahas perang dan upaya gencatan senjata, menyampaikan pidato pada sesi luar biasa majelis umum parlemen Turki atas undangan pemerintah Turki.
Dalam pidato berdurasi 46 menit yang dihadiri oleh Erdogan, para menterinya, dan anggota parlemen dari semua partai politik, Presiden Abbas menuduh Amerika Serikat (AS) memperpanjang "bencana" dengan mendukung Israel dan memveto resolusi di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ia juga meminta dunia untuk menghukum Israel secara hukum atas kejahatan perang dan pelanggaran hukum internasionalnya.