Kamis 22 Aug 2024 16:49 WIB

Megawati Perintahkan Kader PDI Perjuangan Tunduk dan Jaga Putusan MK 

Megawati tegaskan taat sepenuhnya pada putusan Mahkamah Konstitusi.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam pengumuman calon kepala daerah PDIP gelombang kedua di kantor pusat PDIP, Kamis (22/8/2024).
Foto: Rizky Suryarandika
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam pengumuman calon kepala daerah PDIP gelombang kedua di kantor pusat PDIP, Kamis (22/8/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri menginstruksikan seluruh kadernya taat pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 60/2024 dan 70/2024. Megawati juga menegaskan pengingkaran terhadap putusan MK, merupakan pelanggaran konstitusional.

Mantan Presiden ke-5 RI itu mewajibkan para kadernya untuk menjaga, serta mengawal putusan MK tentang ambang batas minimal baru, dan batas usia pendafataran calon kepala daerah (cakada) untuk kontestasi pilkada itu.

Baca Juga

“Saya selaku Ketua PDI Perjuangan, saya menegaskan untuk taat sepenuhnya pada keputusan Mahkamah Konstitusi. Merdeka…” teriak Megawati di Kantor DPP PDI Perjuangan, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).

Megawati, pun menguji kesetiaan para kadernya untuk menjaga dan mengawal putusan MK dengan sekuat tenaga. “Berani…! Berani…!,” tanya Megawati. Para kader Banteng Moncong Putih, pun menuruti kata ‘berani’ seperti yang disampaikan Megawati tersebut.

Mantan Presiden ke-5 RI itu pun mengkritisi langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berusaha mengkebiri putusan MK tersebut. Melalui Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Rabu (21/8/2024) dalam pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Pilkada 2016.

Pengesahan cepat RUU Pilkada itu, pada Kamis (22/8/2024) ini, rencananya akan disahkan melalui paripurna. Namun Megawati menegaskan, upaya DPR mengeliminasi putusan MK tersebut, juga merupakan pelanggaran, dan pengkhiatan atas konstitusi. 

Megawati menyadur Pasal 24 c ayat (1) UUD 1945 yang menebalkan kewenangan MK dalam menguji konstitusionalitas undang-undang (UU) terhadap UUD 1945. Keputusan MK, dalam pasal tersebut, bersifat final dan mengikat.

“Kalau kerennya kan final and binding. Jangan nanti bego juga nggak ngerti,” kata Megawati.

Karena itu, kata Megawati, putusan MK tersebut, memang tak bisa ditawar-tawar lagi. Apalagi, kata dia, sampai ada yang membangkangi dan berusaha untuk menganulir putusan MK tersebut melalui DPR. “Kalau ada orang yang akan menantang apa yang yang berbunyi di pasal-pasal ini, maka dia bukan orang Indonesia,” kata Megawati.

“Saya nggak mau salah aturan. Jadi apa amanat ini? Tidak bisa ditafsirkan lain. Karena itulah mengingkari keputusan MK, sama artinya dengan pelanggaran konstitusi,” tegas Megawati. 

Putusan MK 60/2024 dan 70/2024 diundangkan Selasa (20/8/2024). MK 60/2024 terkait perbaikan dalam Pasal 40 UU Pilkada 2016. Putusan itu, menyangkut rasionalitas baru dalam penentuan ambang batas minimal bagi parpol atau gabungan parpol untuk pengusungan calon kepala daerah (cakada) di pemilihan kepala daerah (pilkada).

Putusan tersebut, mengubah ambang batas sebelumnya dari 20 persen penguasaan kursi di DPRD atau 25 persen dari perolehan suara sah pemilu, menjadi di bawah 10 persen. Adapun putusan MK 70/2024 terkait dengan pengembalian syarat batas usia cakada pada saat pendafataran di Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Namun pada Rabu (21/8/2024) DPR, melalui Badan Legislasi (Baleg) mendadak melakukan rapat pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada. Pembahasan tersebut, bertujuan untuk menganulir putusan MK dengan mengembalikan ambang batas dalam Pasal 40 UU Pilkada menjadi tetap 20 dan 25 persen.

Baleg DPR hanya satu jam melakukan pembahasan, dan menyorongkan agar RUU Pilkada tersebut disetujui lewat paripurna DPR pada Kamis (22/8/2024) ini. Namun desakan dari banyak pihak meminta agar DPR membatalkan pengesahan RUU Pilkada tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement