REPUBLIKA.CO.ID, Kawin kontrak atau nikah wisata mungkin masih dipraktikkan sebagian orang dewasa ini, meskipun Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengharamkan praktik tersebut sejak lama.
Kawin kontrak dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah nikah mut’ah. Artinya pernikahan dengan menetapkan batas waktu tertentu berdasarkan kesepakatan antara calon suami dan istri. Jika habis masa waktu yang ditentukan, maka keduanya dapat memperpanjang atau mengakhiri pernikahan tersebut sesuai kesepakatan semula.
Kawin kontrak juga dapat diartikan sebagai perkawinan yang dilaksanakan semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsu dan bersenang-senang atau akad perkawinan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap wanita untuk satu hari, satu pekan, atau satu bulan.
Berikut ini sabda Nabi Muhammad SAW yang melarang nikah mut’ah atau kawin kontrak. Atsar sahabat Nabi dan ijma ulama juga sejalan dengan sabda Rasulullah SAW tentang nikah mut’ah.
Dari Ali bin Abi Thalib Radhyalahu anhu bahwa Rasulullah SAW melarang nikah mut’ah pada Perang Khaibar, juga melarang memakan daging keledai piaraan.” (Muttafaq Alaih)
Dari Iyas bin Salamah dari ayahnya ia berkata, “Rasulullah SAW memberikan keringanan (rukhshah) pada tahun Authas untuk melakukan mut’ah selama tiga hari kemudian melarang praktik tersebut.” (HR Imam Muslim).