REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sebuah tesis yang ditulis Fahd Abdullah Ali Al-Khatlan, berjudul Al-Ahadits wa al-Atsar al-Waridah fi Nikah al-Mut’ah dirayatan wa haditsiyyatan, di Universitas Kuwait, mengungkapkan sejumlah dampak fatal nikah mutah.
Mengutip buku al-Mut’ah az-Zawaj al-Muaqqat Inda as-Syiah karya DR Shahla Hairi, diceritakan bahwa kondisi Iran 1978-1982, bukunya merupakan studi akademis yang didokumentasikan cucu Ayatullah Hairi: Kota Mashhad, di mana praktik nikah mutah adalah hal yang biasa, adalah kota yang paling dekaden secara moral di Asia .
Dr Shahla Hairi menyebutkan sebuah situasi tentang seorang ulama Syiah yang merupakan seorang pengkhotbah agama “Akhund” (dalam bahasa Persia), yang dia temui secara kebetulan di tempat suci Imam Reza di Mashhad pada musim panas 1978, dan yang bernama (Mullah Hashem).
Dia berkata, “Mullah Hashem tidak merasa malu untuk mengatakan kepada saya bahwa sejak ia pindah ke Mashhad, ia secara diam-diam dan teratur melakukan pernikahan mutah, bahkan mengatakan: “Di desa saya di utara, tidak ada seorang pun yang melakukan pernikahan mutah karena hal itu mendatangkan rasa malu.”