REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Koordinator Khusus PBB untuk Lebanon, Jeanine Hennis-Plasschaert, mengecam serangan mematikan di seluruh Lebanon pada Selasa (17/9). PBB mengingatkan bahwa warga sipil bukanlah target serangan.
"Sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional, ia mengingatkan semua pihak yang terlibat bahwa warga sipil bukanlah target serangan dan harus dilindungi setiap saat. Bahkan satu korban sipil saja sudah terlalu banyak," demikian menurut sebuah pernyataan.
"Perkembangan hari ini menandai eskalasi yang sangat mengkhawatirkan dalam konteks yang sudah sangat tidak stabil dan tidak dapat diterima," menurut pernyataan tersebut.
Pernyataan ini muncul setelah sedikitnya sembilan orang, termasuk anak-anak, tewas dan ribuan lainnya terluka dalam ledakan serentak alat penyeranta (pager) di sejumlah wilayah di Lebanon.
Hennis-Plasschaert mendesak semua pihak yang terlibat untuk menahan diri dari tindakan lebih lanjut atau retorika yang menghasut sehingga dapat memicu ketegangan yang lebih luas, yang tidak diinginkan oleh siapa pun.
Ia menekankan pentingnya segera memulihkan ketenangan dan mendorong semua pihak "untuk mengutamakan stabilitas sebagai hal yang utama."
Kelompok perlawanan Lebanon, Hizbullah, menuduh Israel bertanggung jawab penuh atas ledakan nirkabel tersebut dan bersumpah akan melakukan "pembalasan yang adil dari tempat-tempat yang tak terduga."
Israel belum mau berkomentar. Ledakan massal ini terjadi di tengah serangan lintas perbatasan antara Hizbullah dan Israel, dengan latar belakang serangan brutal Israel di Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari 41.200 korban, kebanyakan wanita dan anak-anak, setelah serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.