Selasa 24 Sep 2024 14:30 WIB

Perlunya Pemimpin Shiddiq, Amanah, Fathanah, Tabligh di Pilkada 2024

Pilkada 2024 harus berjalan sukses.

Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, 

JAKARTA -- Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) di berbagai wilayah di Indonesia, Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan masyarakat akan pentingnya memilih pemimpin yang shiddiq, amanah, fathanah dan tabligh.

Baca Juga

Ketua PDPAB MUI, KH Masyhuril Khamis menilai bahwa masyarakat sebagian besar telah tertutup rasionalnya dalam memilih calon pemimpin. "Jujur saja, saat ini masyarakat kita sebagian besar sudah tertutupi rasionalitasnya dalam menilai calon pemimpinnya," kata Kiai Masyhuril kepada Republika, Selasa (24/9/2024)

Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa SDM masyarakat kebanyakan berpikir pragmatis dan sudah berorientasi pada materialistik, pokoknya yang banyak isi tasnya. Padahal itu sangat berbahaya bagi generasi ke depan.

"Sesungguhnya kita kepingin calon pemimpin ke depan adalah mereka yang teruji kredibilitasnya, integritasnya, berakhlak, sholeh ritual dan sholeh sosial, namun hari ini, faktor ini sudah tidak menentukan lagi," kata Kiai Masyhuril.

Menurutnya, saat ini cenderung para pemilih bersikap cuek terhadap faktor kesalehan calon pemimpinnya. Mereka memilih berdasarkan pada popularitas dan isi tas calon pemimpin.

"Saran kita tentunya perlu upaya bersama untuk memberi pencerahan pada masyarakat tentang perlunya sifat-sifat kepemimpinan, shiddiq, amanah, fathanah dan tabligh di miliki calon pemimpinnya," ujar Kiai Masyhuril.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia Ke-III Tahun 2009 tentang Masail Asasiyyah Wathaniyyah (Masalah Strategis Kebangsaan) menyampaikan pandangan terhadap Penggunaan Hak Pilih Dalam Pemilihan Umum.

Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia Tahun 2009 di Padang Panjang ini menyampaikan bahwa haram hukumnya memilih pemimpin yang tidak beriman dan bertakwa, tidak jujur (siddiq), tidak terpercaya (amanah), tidak aktif dan aspiratif (tabligh), tidak mempunyai kemampuan (fathonah), dan tidak memperjuangkan kepentingan umat Islam.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement