Selasa 24 Sep 2024 19:03 WIB

Penurunan Suku Bunga Acuan, Langkah Agresif BI Dorong Pertumbuhan Ekonomi

BI transformasi kebijakan moneter, dari bersifat pro-stability menjadi pro-growth.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter BI Juli Budi Winantya (paling kanan), Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono (kanan kedua), Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Solikin M. Juhro (kiri kedua), dan Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK) BI Donny Hutabarat (paling kiri) dalam agenda Taklimat Media di Kompleks BI, Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Foto: Republika/Eva Rianti
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter BI Juli Budi Winantya (paling kanan), Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono (kanan kedua), Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Solikin M. Juhro (kiri kedua), dan Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK) BI Donny Hutabarat (paling kiri) dalam agenda Taklimat Media di Kompleks BI, Jakarta, Selasa (24/9/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) telah memutuskan memangkas suku bunga acuan (BI Rate) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Septembr 2024 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen. Pejabat BI menegaskan keputusan tersebut merupakan bentuk transformasi kebijakan moneter dari bersifat pro-stability menjadi pro-growth

Hal itu disampaikan oleh Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juli Budi Winantya dalam agenda Taklimat Media di Kompleks BI, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2024). Di dalam agenda tersebut, Juli memaparkan pendalaman mengenai kebijakan pemangkasan suku bunga acuan atau BI Rate. 

Baca Juga

“Seperti yang sudah disampaikan Pak Gubernur (Perry Warjiyo) bahwa ada lima alasan kenapa BI memutuskan menurunkan BI Rate di RDG (17-18) September 2024,” kata Juli memaparkan kepada awak media. 

Alasan penurunan suku bunga

Dia memaparkan alasan pertama adalah mengenai probabilitas yang makin jelas soal penurunan suku bunga bank sentral AS atau Federal Funds Rate (FFR) pada bulan ini. Sehingga dengan percaya diri, meskipun FFR belum turun ketika RDG BI berlangsung, para pejabat BI memutuskan memangkas BI Rate terlebih dahulu. 

Alasan kedua yakni karena dampak daripada probabilitas pemangkasan FFR pada bulan ini diyakini akan berimbas pada stabilitas nilai tukar rupiah. Sehingga, alasan BI sebelumnya yang mempertahankan suku bunga karena alasan stabilitas nilai tukar rupiah menjadi teralihkan. 

Alasan ketiga yakni lantaran inflasi yang stabil, dan diperkirakan bergerak di kisaran 2,5+-1 persen pada 2024 dan 2025. 

Adapun poin alasan keempat merupakan salah satu yang paling penting, yakni berkaitan dengan peran kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika sebelumnya, kebijakan BI yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah makroprudensial dan sistem pembayaran, kali ini juga didorong oleh kebijakan moneter.

“Di tengah nilai tukar stabil dan inflasi yang terkendali, dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut, bahwa BI punya beberapa kebijakan yang selama ini kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran itu untuk mendorong pertumbuhan. Sebelumnya kebijakan moneter ini pro-stability tetapi sejak diturunkannya BI Rate bulan ini kebijakan moneter ditujukan naik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi juga atau bersifat pro-growth,” ungkapnya. 

Dengan dorongan dari kebijakan moneter berupa pemangkasan BI Rate ini, diharapkan bisa mendorong kredit lebih lanjut di perbankan. Ini adalah alasan yang kelima. Diharapkan penurunan BI Rate diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan dan pasar uang, sehingga mampu mendorong pembiayaan, serta pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

“Itu yang melatarbelakangi kebijakan tersebut, sehingga kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 di 4,7-5,5 persen dan 4,8-5,6 persen di 2025,” terangnya. 

 

Dampak penurunan BI Rate terhadap pertumbuhan kredit... (baca di halaman selanjutnya) 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement