REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan, pemalsuan uang rupiah dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Sanksi tersebut mencakup tindakan pemalsuan, penyimpanan, pengedaran, dan impor atau ekspor rupiah palsu.
Melalui langkah ini, BI berkomitmen untuk menjaga integritas rupiah dan melindungi masyarakat dari peredaran uang palsu.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim menjelaskan, sanksi pidana tersebut berlaku bagi setiap pihak yang terbukti terlibat dalam proses pemalsuan atau peredaran uang rupiah palsu, baik di dalam maupun luar negeri.
"Larangan dan sanksi pidana atas pemalsuan uang diatur dalam Pasal 36 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. BI juga mengingatkan, setiap tindakan yang merugikan nilai rupiah akan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan yang ada," ujar Marlison dalam keterangan kepada Republika.co.id, Selasa (24/12/2024).
Marlison menambahkan, lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia tidak hanya memastikan pengawasan yang ketat tetapi juga berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat mengenai cara mengenali keaslian uang rupiah. Bank Indonesia juga terus berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk menindak pelaku pemalsuan.