Kamis 10 Oct 2024 10:33 WIB

Bahlil Singgung Gagasan Kemandirian Energi Prabowo-Gibran, Lifting Migas Kurang Optimal?

"Karena kalau kita impor terus, bisa berbahaya sekali."

Rep: Frederikus Bata/ Red: Lida Puspaningtyas
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberikan sambutan dalam acara Anugerah ESG Republika 2024 di Jakarta, Kamis (19/9/2024). Sebanyak 15 perusahaan dan lembaga meraih penghargaan Anugerah ESG Republika 2024. Penghargaan ini diberikan kepada entitas yang memiliki komitmen kuat dalam menerapkan praktik bisnis berkelanjutan dan bertanggung jawab di Indonesia.
Foto: Republika/Prayogi
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberikan sambutan dalam acara Anugerah ESG Republika 2024 di Jakarta, Kamis (19/9/2024). Sebanyak 15 perusahaan dan lembaga meraih penghargaan Anugerah ESG Republika 2024. Penghargaan ini diberikan kepada entitas yang memiliki komitmen kuat dalam menerapkan praktik bisnis berkelanjutan dan bertanggung jawab di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintahan Indonesia akan berganti. Beberapa pekan lagi, muncul kabinet baru dipimpin oleh Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.

Ada sejumlah gagasan besar Prabowo - Gibran. Salah satunya perihal kemandirian energi. Bukan perkara mudah mewujudkan hal itu.

Baca Juga

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menyinggung lifting minyak Indonesia yang masih jauh di bawah kebutuhan nasional. Pada 2023 berada di angka 600-an ribu barel per hari (BOPD). Pemerintah harus mengimpor karena kebutuhan nasional di kisaran 1,6 juta BOPD.

Keadaan demikian, kontradiktif dengan target kemandirian ekonomi. Setelah masuk ke lingkungan ESDM, Bahlil mendapati beberapa fakta yang memicu penurunan lifting minyak, di antaranya, banyak sumur yang menua dan tidak produktif alias idle. Berikutnya, regulasi yang berbelit-belit hingga menghambat perizinan, dan lain-lain.

Terkait sumur, ia menjelaskan, saat ini, di Indonesia terdapat nyaris 45 ribu (44.900 sekian) sumur minyak. "Dan sumur yang produktif itu kurang lebih 16.500," kata tokoh yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Golkar ini di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Rabu (9/10/2024). Selebihnya tidak produktif lagi.

Bahlil lantas menjalin komunikasi dengan berbagai stakeholder terkait. Baik itu dengan SKK Migas, maupun kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Ia meminta mereka sama-sama berpikir untuk mencari formulasi terbaik guna meningkatkan lifting minyak.

"Karena kalau kita impor terus, bisa berbahaya sekali."

Ia melanjutkan, setelah melakukan pengecekan di lapangan, dari 16 ribuan sumur idle, sekitar 5000 ribuan masih bisa dioptimalkan lagi. Produktivitasnya tidak sebaik sumur sekarang. Ia menerangkan dari total 600 ribuan BOPD lifting minyak Indonesia saat ini, dikuasai oleh dua kontraktor.

Pertama, Pertamina (BUMN), kedua Exxon Mobil. Pertamina sekitar 65 persen atau 400 ribuan BOPD. Lalu Exxon 25 persen. "Sisanya 10 persen yang kecil-kecil. Berati naik turunnya lifting minyak Indonesia, dipengaruhi oleh dua perusahaan ini," ujar Bahlil.

Kembali ke isu 5000 an sumur idle yang masih bisa dioptimalkan. Setelah ia dan tim telaah, sumur-sumur tersebut lebih banyak dipegang Pertamina. Ke depan ia akan terus melakukan penataan. Tidak menutup kemungkinan negara mengambil alih dan kemudian ditawarkan ke perusahaan apa saja demi meningkatkan lifting minyak nasional.

Ia memahami negara lebih memprioritaskan pada BUMN seperti Pertamina. Pada saat yang sama, ada target besar yang dikejar. "Negara butuh produksi bapak ibu. Sumurnya sudah ada," ujar Bahlil.

Menteri ESDM menceritakan kunjungannya ke Blok Cepu yang merupakan wilayah kerja Exxon Mobil. Dalam lawatan tersebut, intinya ia mendapat informasi bagaimana Exxon menggunakan teknologi Enchanced Oil Recovery (EOR) untuk menggenjot produktivitas minyak.

"Target kami adalah kita bisa menambah sekitar 200 ribu BOPD, dengan catatan. Satu optimalisasi sumur-sumur yang idle, kedua kita mengoptimalkan sumur yang ada dengan intervensi teknologi, ketiga segera kita melakukan eksplorasi."

Dari situ Bahlil membedah persoalan lanjutan. Sebelum menuju tahap eksplorasi, butuh waktu yang cukup lama bagi para kontraktor untuk mengurus perizinan di sektor hulu migas. Dulunya, kata dia, ada sekitar 329 perizinan.

Lalu sekarang sudah dipangkas menjadi sekitar 150 - 200 izin. Itupun masih cukup banyak. Ia andaikan jika satu perizinan butuh tiga hari untuk diurus, maka butuh lebih dari setahun menyelesaikan tahapan tersebut.

"Itu baru izin, belum eksplorasi," ujar Bahlil.

Lalu, butuh dua tahun lanjutan untuk eksplorasi. Maksimal sampai di level produksi bisa memakan waktu empat tahun. Ini menjadi masalah yang harus diselesaikan.

"Maka ke depan selain kita mengoptimalkan sumur-sumur tua yang idle, kita harus membangkitkan dia, dan intervensi teknologi kepada sumur-sumurnya berjalan. Kita harus melakukan penetrasi terhadap eksplorasi baru," ujar Bahlil.

Ia juga berupaya membuat insentif agar lebih menarik bagi calon investor. Menteri ESDM mengaku memangkas syarat gross split dari 29 item menjadi hanya tersisa lima. "Sekarang begitu saya ubah, sudah ada lima perusahaan yang mau memanfaatkan fasilitas itu," kata Bahlil.

Ia menegaskan, butuh terobosan 'gila' jika ingin membuat perubahan di negara ini. Pada akhirnya, jika tak ada kenaikan lifting, maka yang paling senang adalah importir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement