Rabu 16 Oct 2024 19:38 WIB

Saat Kristen Merasa Nyaman dengan Umar Bin Khattab dan Perjanjian yang Legendaris

Umar bin Khattab melakukan perjanjian dengan warga Elia

Suasana Baitul Maqdis Ilustrasi. Umar bin Khattab melakukan perjanjian dengan warga Elia
Foto: AP
Suasana Baitul Maqdis Ilustrasi. Umar bin Khattab melakukan perjanjian dengan warga Elia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pada tahun 15 Hijriyah, lima tahun setelah wafatnya Rasulullah, kaum Muslimin berhasil menaklukkan sebagian besar wilayah Syam setelah Pertempuran Yarmouk, termasuk Homs, Kansarin, Qisariya, Gaza, Latakia, Aleppo, Haifa, Jaffa, dan lainnya.    

Dua pemimpin Muslim memimpin langsung penaklukan wilayah Palestina saat itu yakni Amr bin al-'Ash dan Abu Ubaydah bin al-Jarrah, yang berjasa dalam memperkenalkan Baitul Maqdis ke dalam Islam, yang kemudian disebut sebagai Elia.

Baca Juga

Kaum Muslimin pernah bertempur dengan bangsa Romawi dalam sebuah pertempuran sengit sebelum mereka maju untuk menaklukkan Baitul Maqdis (Elia). Banyak orang Romawi yang kalah, termasuk Artahsasta sendiri, melarikan diri ke Elia.

Ketika penduduk Elia melihat bahwa mereka tidak mampu menahan pengepungan ini, dan juga melihat kesabaran dan ketabahan kaum Muslimin, mereka menasehati sang Patriark untuk berdamai dengan mereka, dan dia merespons, sehingga Abu Ubaydah ibn al-Jarrah menawarkan kepada mereka salah satu dari tiga hal yakni Islam, jizyah, atau pertempuran.

Mereka setuju untuk membayar upeti dan tunduk kepada kaum Muslimin, dengan ketentuan bahwa yang akan menerima Kota Suci adalah Panglima Kaum Mukminin, Umar bin Khattab sendiri.

Abu Ubaidah bin al-Jarrah mengutus kepada Amirul Mukminin Umar dengan membawa apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, maka Umar pun menyambut baik, dan melakukan perjalanan menuju Yerusalem, dan diterima oleh kaum Muslimin di al-Jabiya, sebuah desa di Golan sebelah utara Horan.

Dia lalu menuju Yerusalem, dan memasukinya pada 15 Hijriyah atau 636 Masehi dan diterima oleh Patriarkh kota itu, Sophronius, dan para uskup senior, dan setelah mereka membicarakan syarat-syarat serah terima, mereka sepakat untuk menyetujui dokumen tersebut.

Dokumen dianggap sebagai salah satu monumen abadi yang menunjukkan kehebatan toleransi umat Islam dalam sejarah, yang dikenal dengan nama Perjanjian Umariyah.

Mengingat pentingnya dokumen ini dalam peradaban Islam, dan karena dokumen ini merupakan indikasi besar dari toleransi penaklukan Islam dan penakluk Muslim, karena dua pertimbangan ini, kami menyediakan teks dokumen ini, yang hampir bulat dalam sumber-sumber sejarah yang kredibel.

"بسم الله الرحمن الرحيم هذا ما أعطى عبد الله أمير المؤمنين أهل إيلياء من الأمان: أعطاهم أمانـًا لأنفسهم وأموالهم ولكنائسهم وصلبانهم وسقيمها وبريئها وسائر ملتها ؛ أنه لاتسكن كنائسهم و لا تهدم ولاينتقص منها ولا من خيرها ، و لا من صليبهم ولا من شيء من أموالهم ، ولا يكرهون على دينهم ، ولا يضام أحد منهم ، ولا يسكن بإيلياء معهم أحد من اليهود ، وعلى أهل إيلياء أن يعطوا الجزية كما يعطى أهل المدائن ، وعليهم أن يخرجوا منها الروم واللصوص ، فمن خرج منهم فإنه آمن على نفسه وماله حتى يبلغوا مأمنهم ، ومن أقام منهم فهو آمن وعليه مثل ما على أهل إيلياء من الجزية ، ومن أحب من أهل إيلياء أن يسير بنفسه وماله مع الروم (ويخلى بيعهم وصلبهم) ، فإنهم آمنون على أنفسهم وعلى بيعهم وصلبهم ، حتى يبلغوا مأمنهم ، ومن كان بها من أهل الأرض قبل مقتل فلان فمن شاء منهم قعد وعليه مثل ما على أهل إيلياء من الجزية، ومن شاء سار مع الروم ، ومن شاء رجع إلى أهله فإنه لايؤخذ منهم شىء حتى يحصد حصادهم، وعلى ما في هذا الكتاب عهد الله وذمة رسوله وذمة الخلفاء وذمة المؤمنين إذا أعطوا الذي عليهم من الجزية

“Dalam nama Allah yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang, inilah yang diberikan oleh Abdullah, Panglima Kaum Beriman, kepada penduduk Elia: Dia memberi mereka keamanan untuk diri mereka sendiri, harta benda mereka, gereja-gereja mereka, salib-salib mereka, orang-orang yang sakit dan tidak bersalah, dan seluruh agama mereka.

Gereja-gereja mereka tidak akan dihuni, tidak akan dihancurkan, tidak akan ada dari mereka atau harta benda mereka yang berkurang, tidak akan ada salib atau harta benda mereka yang hilang, dan tidak akan ada yang dipaksa untuk pindah agama, dan tidak akan ada dari mereka yang disakiti.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement