REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Di tengah hamparan pegunungan Aceh Besar, tepatnya di Gampong Umong Seuribee, Kecamatan Lhoong, sebuah kisah inspiratif tengah terukir. Para petani nilam di desa ini telah berhasil mengubah nasib mereka, dari petani subsisten menjadi pengusaha minyak nilam yang mampu menembus pasar ekspor. Keberhasilan ini tak lepas dari program Desa Binaan BSI Klaster Nilam yang telah mengubah wajah perekonomian desa ini.
M Ali (66 tahun) seorang penerima manfaat sekaligus operator penyulingan minyak sentra, mengisahkan perjalanan transformasi desanya. Kelompok tani di desanya dibentuk pada 23 Maret 2023.
"Saat itu, harga minyak nilam hanya sekitar Rp 500 ribu per kilogram. Kini, harganya sudah mencapai Rp 1.700.000 per kilogram," ujarnya dikutip Senin (21/10/2024).
Perubahan ini bukan hanya soal harga, tetapi juga tentang jumlah petani yang terlibat. Ali menjelaskan, sebelum program ini hadir, hanya ada 3-5 petani yang benar-benar berkomitmen pada budidaya nilam. "Sekarang, sudah ada 60 petani yang berhasil mengembangkan tanaman ini," tuturnya.
Secara keseluruhan, pendapatan rata-rata petani meningkat sebesar 26,4 persen dari yang sebelumnya hanya Rp 1.464.700, kini mencapai Rp 1.851.351 per bulan terhitung Juli 2024. Dari program ini, petani ada yang sudah mampu membiayai anaknya kuliah dan membeli laptop dari hasil penjualan minyak nilam.
Adapun keberhasilan ini tak lepas dari dukungan berbagai pihak. Pada 14 Oktober 2024, desa ini menjadi tuan rumah acara besar yang dihadiri oleh berbagai lembaga penting, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Duta Besar Swiss untuk Indonesia, dan berbagai lembaga keuangan.
"Melalui program ini, kami sangat terbantu dengan kemudahan akses permodalan. Bantuan BSI untuk klaster nilam merupakan langkah nyata dalam mendukung usaha budidaya kami," katanya.
Meski demikian, tantangan tetap ada. Ali menjelaskan modal yang dibutuhkan untuk memulai budidaya nilam: Biaya operasional awal untuk ke lahan di pegunungan: Rp 500 ribu per orang; 2.500 bibit nilam; 3 gulung kawat duri untuk pagar beserta tiang kayunya; dan 2 ton pupuk kompos.
Kesuksesan ini bukan akhir dari perjuangan mereka. Ali mengungkapkan rencana jangka panjang kelompok tani Ekspansi perluasan lahan melalui kemitraan dengan petani di luar daerah binaan, dengan target luas 25 hektar dan produksi 4 ton minyak per tahun.
Pengembangan kemampuan petani hingga mampu memproduksi produk turunan minyak nilam seperti parfum, sabun, dan aromaterapi. Sertifikasi bibit nilam hingga layak kirim lintas provinsi. "Jangan latah dengan harga tinggi baru mulai berbudidaya nilam. Setialah dengan nilam karena nilam itu mirip emas, harganya tidak akan jatuh," pesan Ali.
Dukungan tepat dan kerja keras
Kisah Desa Umong Seuribee ini menjadi bukti nyata bahwa dengan dukungan yang tepat, kerja keras, dan semangat pantang menyerah, sebuah desa bisa mengubah nasibnya. Dari desa tertinggal, kini mereka telah berhasil menembus pasar ekspor, membuktikan bahwa impian untuk sejahtera bisa diraih dengan ketekunan dan kerja sama yang baik.
Saat ini, minyak nilam dari kelompok binaan yang dibeli oleh PT UGreen 100 persen memiliki orientasi ekspor. Untuk rencana jangka panjang, terdapat beberapa strategi yang akan diimplementasikan. Pertama, ekspansi perluasan lahan melalui kemitraan dengan petani di luar daerah binaan, dengan target luas 25 hektar dan produksi 4 ton minyak per tahun.
Kedua, pengembangan kemampuan petani hingga mampu memproduksi produk turunan minyak nilam seperti parfum, sabun, dan aromaterapi. Ketiga, sertifikasi bibit nilam hingga layak kirim lintas provinsi untuk memperluas jangkauan distribusi.