REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto angkat suara mengenai kasus pailitnya PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Ia mengaku melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) agar kegiatan ekspor produk tekstilnya tetap bergulir.
“Kemarin sudah berbicara dengan Dirjen Bea Cukai bahwa going concern, atau pabrik itu harus tetap berjalan, oleh karena itu ekspornya akan terus berjalan,” kata Airlangga usai menghadiri acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2024 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Di samping itu, Airlangga mengatakan, pemerintah juga memberi perhatian dengan melakukan koordinasi dengan pihak kurator yang ditunjuk dalam pengadilan.
“Sritex berproses di pengadilan, jadi sudah ditunjuk kuratornya, sehingga dengan demikian pemerintah akan berbicara dengan kurator,” ujar dia.
Saat disinggung lebih lanjut mengenai bagaimana posisi Sritex ke depan, kaitannya dengan kemungkinan pemerintah mengambil alih SRIL, Airlangga mengaku belum ada pembahasan hingga menjadikan SRIL sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Kita belum bicara sampai sana (mengambil alih SRIL menjadi BUMN),” tutur Airlangga.
Sebelumnya diketahui, pada Rabu (23/10/2024), Pengadilan Niaga Semarang memutus pailit PT Sri Rejeki Isman (Sritex), setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditor perusahaan tekstil tersebut. Salah satu debitur PT Sritex, yakni PT Indo Bharat Rayon, mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian atas kesepakatan penundaan kewajiban pembayaran utang pada 2022.
“Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada Januari 2022 lalu,” kata Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Jawa Tengah.
Manajemen Sritex kemudian mengajukan kasasi terkait putusan pailit yang dikeluarkan oleh PN Niaga Semarang, Jawa Tengah. Pengajuan kasasi tersebut dilakukan oleh Manajemen Sritex sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada para kreditur, pelanggan, karyawan dan pemasok.
“Kami menghormati putusan hukum tersebut, dan merespons cepat dengan melakukan konsolidasi internal dan konsolidasi dengan para stakeholder terkait,” tulis Manajemen Sritex dalam pernyataan resminya di Jakarta, Jumat (25/10/2024).
Disampaikan Manajemen, kasasi tersebut sudah diajukan ke Mahkamah Agung (MA) dengan harapan bisa menyelesaikan persoalan pailit dengan baik dan memastikan terpenuhinya kepentingan para pemangku kepentingan.
Sritex selama 58 tahun telah menjadi bagian dari industri tekstil Indonesia. Sebagai perusahaan terbesar di Asia Tenggara, Manajemen Sritex menyatakan telah berkontribusi besar bagi tanah air.
Sritex mengatakan dari putusan pailit ini tak hanya memberikan dampak langsung bagi 14.112 karyawan, melainkan mencakup 50 ribu pekerja Sritex secara keseluruhan, serta UMKM yang mendukung proses bisnis perusahaan tersebut.
“Sritex membutuhkan dukungan dari pemerintah dan stakeholder lain, agar dapat terus berkontribusi bagi kemajuan industri tekstil Indonesia di masa depan,” tulis Sritex.
Sementara itu, pemerintah memberi tanggapan mengenai masalah pailit yang dialami oleh Sritex. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmiita menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto memerintakan Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, bersama dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Menteri Tenaga Kerja untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema untuk menyelamatkan Sritex.
“Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan,” tuturnya melalui keterangan tertulis, Jumat (26/10/2024).
Agus menegaskan pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelamatkan karyawan Sritex usai perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Dia menuturkan bahwa prioritas pemerintah saat ini adalah menyelamatkan karyawan PT Sritex dari pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK,” kata Agus.