Kamis 31 Oct 2024 14:43 WIB

Kitab Tuntunan Shalawat dari Abad Ketiga Hijriyah

Inilah karya ulama masyhur, Imam Ismail bin Ishaq.

ILUSTRASI Kitab tuntunan shalawat.
Foto: wikipedia
ILUSTRASI Kitab tuntunan shalawat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Betapa besar rasa cinta para sahabat terhadap Nabi Muhammad SAW. Kecintaan itu wajar adanya lantaran rasa iman yang bersemayam di dalam dada mereka.

Hal itu rupanya menginsipirasi Khalifah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin Muslim terkemuka dari generasi setelah mereka. Dia pun menuliskan seruan kepada segenap rakyat. Surat itu sampai pula kepada Ibnu al-Jauzi.

Baca Juga

Catatan itu secara khusus menyerukan umat Islam agar gemar dan memperbanyak bershalawat. Ya, shalawat adalah wujud kecintaan terhadap baginda Rasulullah SAW.

Apalagi, dikatakan sang Khalifah, umat Islam saat itu mulai sibuk dengan rutinitas duniawi sehingga jangan sampai melalaikan akhirat. Masyarakat mestinya lebih mengagungkan Nabi SAW daripada elite kini.

"Sampaikan surat saya kepada mereka dan serukan agar bershalawat kepada para nabi, serta berdoa untuk seluruh umat Islam, lalu hiraukan selain semua itu," tulis Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam surat itu.

Itulah penggalan kisah yang dimuat dalam kitab karya Imam Ismail bin Ishaq (282 H). Karya tersebut bisa dikatakan sebagai referensi yang langka.

Sebelumnya, amat jarang terdapat kitab yang secara khusus memaparkan hadis-hadis tentang keutamaan dan tata cara bershalawat. Maka dari itu, keberadaan naskah kitab ini cukup sulit ditemukan. Tidak hanya oleh sarjana Muslim, para peneliti Barat sekelas Brockleman saja luput menyertakan kitab ini ke dalam daftar penelitiannya.

Salah satu naskah yang cukup langka dari karya Imam Ismail itu tersimpan di perpustakaan Adh-Dhahiriyah, Damaskus, Suriah.

Huruf yang dituliskan pada kitab itu hampir tanpa goresan titik pada huruf-huruf tertentu. Memang demikian halnya kitab-kitab klasik.

Hal ini cukup berdampak pada tingkat kesulitan baik pada penulisan ulang naskah kitab atau membaca detail. Tetapi, yang menjadi catatan bagi kitab Fadl adalah sang penulis tidak mensyaratkan keabsahan dan kesahihan hadis yang dia nukil.

Tak jarang, hadis-hadis lemah dia cantumkan atau kadang pula mengutip atsar yang diriwayatkan dari sahabat ataupun tabiin. Untuk menjaga amanat ilmiah, Ismail Ibnu Ishaq tetap menyertakan sanad hadis ataupun atsar yang dia kutip.

Namun demikian, satu hal yang menjadi kelebihan Fadl ash-Shalat, kitab ini secara turun- menurun dibacakan atau diriwayatkan oleh para ulama bermazhab Hanbali terutama dari kalangan Maqdis. Kitab ini pertama kali disalin oleh Syekh Abdul Hamid al-Maqdisi dan diserahkan kepada Imam Muwaffiq ad-Din Ibnu Qudamah.

Kitab ini, lantas oleh saudaranya Ibnu Qudamah, Abu Umar Muhammad bin Ahmad bin Quddamah Al-Maqdisi, dibacakan kepada Syekh al-Khafidh Abdul Ghani bin Abdul Wahid al-Maqdisi. Dasar kuat inilah yang melatarbelakangi kesimpulan bahwa kitab yang mengupas tentang seluk beluk bershalawat ini murni karya imam Isma’il bin Ishaq al-Qadli.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement