REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepemimpinan ideal menjadi salah satu topik yang dibahas Ibnu Khaldun dalam mahakaryanya, Muqaddimah. Dia pun membeberkan kriteria pemimpin yang baik.
Ibnu Khaldun menggariskan, kepemimpinan hanya akan ada bilamana terdapat keunggulan dalam diri individu-individu pemimpin. Berikutnya, keunggulan hanya akan muncul bilamana disokong al-asabiyah atau perasaan solidaritas. Seorang pemimpin tidak mungkin tampil ketika tidak ada orang-orang yang bersedia mematuhinya.
Oleh karena itu, kemampuan seorang pemimpin sejatinya diukur dari bagaimana rakyat mematuhi imbauannya. Apakah kepatuhan itu muncul dari rasa takut ataukah rasa sukarela untuk mencapai tujuan-tujuan luhur demi kebaikan bersama.
Lebih lanjut, Ibnu Khaldun merumuskan bahwa seorang pemimpin bisa saja dipatuhi tetapi pemimpin itu tidak bisa memaksa orang-orang untuk menerima kepemimpinannya. Keberterimaan demikian datang secara sukarela. Sebab, para pengikutnya melihat dalam diri pemimpin itu citra panutan, sebagaimana seorang anak memandang orang tuanya.
Menurut Ibnu Khaldun, kepemimpinan yang baik membutuhkan kebaikan sekaligus keteguhan hati untuk menjaga rakyat. Hal inilah yang agaknya membedakan Ibnu Khaldun dengan pemikir politik Machiavelli dari abad ke-15 M. Sebab, bagi Ibnu Khaldun, untuk menjadi seorang pemimpin yang piawai tidak perlu bersikap lihai atau bermuka dua, melainkan lunak terhadap para pengikutnya.