Ahad 17 Nov 2024 09:14 WIB

Tumpukan Uang Rp.1 Triliun, Pemerintah Diminta Dukung Kejagung Ungkap Mafia Peradilan

Dukungan pemerintah memudahkan Kejagung ungkap mafia peradilan.

Mantan pejabat MA, Zarof Ricar (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (25/10/2024). Kejaksaan Agung menetapkan mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar sebagai tersangka dengan barang bukti sebesar Rp 920.912.303.714 serta 51 kilogram emas terkait gratifikasi kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dan pengurusan perkara di MA dari 2012 hingga 2022.
Foto: ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Mantan pejabat MA, Zarof Ricar (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (25/10/2024). Kejaksaan Agung menetapkan mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar sebagai tersangka dengan barang bukti sebesar Rp 920.912.303.714 serta 51 kilogram emas terkait gratifikasi kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dan pengurusan perkara di MA dari 2012 hingga 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat hukum, Suparji Ahmad, mengatakan, pemerintah harus mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam memberantas mafia peradilan. Penemuan tumpukan uang hampir Rp.1 triliun dan emas 51 kg dari penggeledahan di rumah Zarof Ricar (ZR) merupakan pintu masuk untuk membongkar mafia peradilan.

“Jika mau pemerintah bisa mendukung Kejagung dengan membentuk tim agar pengusutan timbunan uang hampir Rp.1 triliun ini bisa tuntas. Kejagung akan lebih bisa membongkar dugaan mafia peradilan,” kata Suparji, Ahad (17/11/2024).

Penemuan timbunan uang ini, menurut Suparji, merupakan momentum yang baik untuk memberantas mafia peradilan. “Jangan sia-siakan momentum ini untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat,” ungkap Suparji.

Di sisi lain, menurut Suparji, DPR juga bisa membentuk panitia kerja tentang pemberantasan mafia peradilan. Sehingga pengusutan akan lebih komprehensif. Dalam panja, lanjut dia, bisa dilibatkan para ahli sebagai nara sumber maupun para mantan hakim.

Dalam mengungkap aliran uang Rp.1 triliun yang menurut pengakuan ZR merupakan uang hasil pengaturan perkara, Kejagung menyebut ZR irit bicara untuk memberi keterangan kepada penyidik.

Suparji mengatakan, dalam proses hukum dibutuhkan alat bukti, baik berupa keterangan saksi, surat, keterangan tersangka. Di sisi lain, menurut Suparji, orang yang beperkara juga bisa memberikan tambahan alat bukti. “Misalnya, mereka beperkara, yang harusnya (dipersidangan) menang kok kalah . Ini bisa menjadi alat untuk mendalami,” kata dia.

Mereka yang tidak mendapatkan keadilan di proses hukum bisa memberikan informasi ke penegak hukum. Sehingga penegak hukum bisa mendalami putusan-putusan pengadilan yang janggal. “Misalya dengan mempelajari putusan yang janggal. Seperti kasus kemarin (putusan Ronal Tannur) kan dari putusan yang janggal. Perkara yang harusnya diputus bersalah malah diputus bebas,” jelas Suparji.

Dari kejanggalan putusan Ronald Tannur, lanjut Suparji, pada akhirnya diketemukan adanya dugaan suap pada hakim. Termasuk juga ditemukan timbunan uang hampir Rp 1 triliun dan emas 51 kg, yang diduga untuk pengaturan putusan perkara yang disidangkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement