REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Indonesia sedang menatap transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 dengan terus mendorong percepatan akselerasi transisi energi melalui penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT). Untuk mendukung upaya tersebut, Electricity Connect 2024 yang akan digelar di JCC, Senayan, Jakarta, pada 20-22 November, akan memamerkan teknologi yang mendukung transisi energi.
Menurut Ketua Panitia Electricity Connect 2024, Arsyadany G Akmalaputri, kegiatan ini akan menampilkan berbagai teknologi maupun inovasi yang dapat membantu pemerintah dalam mendukung upaya akselerasi transisi energi bersih.
“Di Electricity Connect 2024, kami akan menunjukkan berbagai teknologi yang mendukung transisi ini, termasuk digitalisasi sistem kelistrikan, digitalisasi peralatan listrik rumah tangga dengan IoT, future office, future EV Ecosystem, dan inovasi teknologi yang lain, yang dapat menjadi kunci untuk masa depan energi Indonesia,” ujarnya, Senin (18/11/2024).
Pada EC 2024, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo, President of Marketing & Solutions, Electric Power Digitalization Business Unit Huawei Jason Li, akademisi, perwakilan pemerintah, serta perwakilan perusahaan multinasional bakal menjadi pembicara tentang energi bersih.
Menanggapi hal tersebut, sebagai akademisi yang mendalami isu energi berkelanjutan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Nur Yulianto, mengungkapkan pentingnya beralih dari energi fosil ke sumber energi terbarukan. Ia menilai ketergantungan Indonesia terhadap impor energi yang tidak terbarukan, seperti minyak dan gas bumi, masih cukup tinggi, yang memperburuk ketahanan energi dan ekonomi nasional.
“Kami sangat setuju dengan visi energi berkelanjutan, karena saat ini mungkin kita semua sudah tahu bahwa kalau kita bersandar kepada energi yang non-renewable (tidak terbarukan), ya Indonesia akan menjadi negara yang tergantung pada negara lain,” tegas Nur Yulianto.
Nur Yulianto pun menekankan, strategi untuk mengurangi impor migas ini harus menjadi catatan penting banyak pihak, termasuk pemerintah hingga industri, agar ambisi menuju transisi energi bersih dapat direalisasikan secara cepat. "Karena sebagian besar non-renewable kita kecuali batu bara (masih) impor, nah ini yang perlu kita sikapi bersama,” jelas Nur Yulianto.
Ia pun berharap agar proses transisi energi bersih ini dapat diakselerasi sehingga Indonesia dapat mencapai NZE pada 2060 dan mampu menciptakan ekonomi hingga energi hijau yang berkelanjutan. “Jadi kalau dari kami sisi akademisi, sangat mendukung dan mungkin kalau bisa mempercepat bagaimana transisi energi dari energi tidak terbarukan menjadi energi yang terbarukan, supaya kehidupan Indonesia di masa mendatang menjadi lebih baik,” kata Nur Yulianto.
Kegiatan Electricity Connect 2024 akan dihadiri lebih dari 500 exhibitor dan 15.000 pengunjung dari berbagai profesi yang tentunya berfokus pada bidang ketenagalistrikan. Event ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi para pemangku kepentingan dan pelaku industri ketenagalistrikan untuk tidak hanya bertukar informasi mengenai teknologi energi bersih saja, namun juga berbagi wawasan mengenai smart grid hingga target NZE, serta memperkuat kolaborasi global untuk mencapai transisi energi menuju NZE pada 2060.