Selasa 26 Nov 2024 23:16 WIB

Pakar: Penurunan Harga Tiket Bisa Membuat Garuda Rugi Besar  

Semerintah perlu fokus pada kebijakan lebih strategis, seperti efisiensi biaya kargo.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Penurunan harga tiket pesawat secara tidak realistis dapat membawa dampak serius bagi keberlangsungan Garuda Indonesia. (ilustrasi)
Foto: Reuters/Willy Kurniawan
Penurunan harga tiket pesawat secara tidak realistis dapat membawa dampak serius bagi keberlangsungan Garuda Indonesia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat penerbangan Alvin Lie memperingatkan penurunan harga tiket pesawat secara tidak realistis dapat membawa dampak serius bagi keberlangsungan Garuda Indonesia. Menurut Alvin, langkah ini berpotensi menggerus pendapatan maskapai nasional tersebut secara signifikan.  

"Jika harga tiket Garuda diturunkan rata-rata Rp 100 ribu saja, dengan jumlah penumpang sekitar 800 ribu per bulan, maka Garuda akan kehilangan pendapatan sekitar Rp80 miliar setiap bulan, atau hampir Rp1 triliun dalam setahun," jelas Alvin kepada Republika, Selasa (26/11/2024).

Baca Juga

Ia menegaskan sejak proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Garuda telah melakukan berbagai efisiensi operasional. Namun, jika pendapatan terus ditekan, upaya tersebut tidak akan cukup untuk menjaga kelangsungan maskapai.  

"Garuda sudah banyak memangkas biaya operasionalnya, tetapi jika pendapatannya dikurangi lagi, saya tidak yakin Garuda bisa bertahan lama. Pemerintah harus menggunakan logika dan akal sehat, jangan hanya mengambil kebijakan populis yang sekadar untuk pencitraan," tegas Alvin.  

Ia juga meminta pemerintah untuk lebih adil dalam mengawasi sektor transportasi. "Kenapa hanya tiket pesawat yang diributkan? Bagaimana dengan tarif tol atau retribusi bandara yang naik setiap dua tahun? Itu juga memengaruhi banyak orang, tapi tidak menjadi perhatian sebesar ini," kritik Alvin.  

Menurutnya, pemerintah perlu fokus pada kebijakan yang lebih strategis, seperti efisiensi biaya kargo, yang memiliki dampak langsung terhadap rantai logistik dan perekonomian nasional. "Kebijakan yang hanya atraktif secara politik, tetapi tidak memperbaiki sektor secara menyeluruh, justru merugikan," pungkas Alvin.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement