Selasa 24 Dec 2024 07:28 WIB

BKPM Ungkap Tantangan, Manfaat, dan Peluang Investasi Infrastruktur RI

Posisi Indonesia naik dari posisi ke-34 ke 27 dalam World Competitiveness Ranking.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Lida Puspaningtyas
Suasana pembangunan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) seksi 6 di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Rabu (28/12/2022). Tol diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 11 Juli 2023.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana pembangunan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) seksi 6 di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Rabu (28/12/2022). Tol diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 11 Juli 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan infrastruktur Indonesia berjalan secara masif dalam sepuluh tahun terakhir. Pencapaiannya cukup signifikan, terutama dalam meningkatkan peringkat daya saing global. World Competitiveness Ranking mencatat posisi Indonesia kini naik dari posisi ke-34 menjadi posisi 27.

Keberhasilan pembangunan infrastruktur juga terbukti mampu menurunkan biaya logistik Indonesia dari 24 persen menjadi 14 persen. Berkat akselerasi, Indonesia bisa menekan tingkat inflasi hingga menjadi 2,58 persen.

Baca Juga

Direktur Perencanaan Infrastruktur, Kedeputian Bidang Perencanaan Penanaman Modal, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Moris Nuami memberikan gambaran yang menyeluruh bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Berikut petikan wawancaranya dalam Podcast Republika..

 

Kita tahu Presiden Prabowo beberapa kali beliau menyampaikan ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Apa saja peranan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM terkait sektor infrastruktur untuk mencapai angka 8 persen tersebut?

Saya kasih pengantar. Ini kan Pak Presiden Prabowo ya menargetkan angka yang cukup signifikan, 8 persen. Walaupun beberapa orang menyatakan ambisus, tapi bagi saya cukup realistis. Ini perlu diterangkan terlebih dahulu sebenarnya.

Kenapa sih kita perlu pertumbuhan ekonomi yang tinggi 8 persen? Ini kan harus ada penjelasan dulu. Kita sebenarnya perlu pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi karena kita butuh penciptaan lapangan kerja baru yang cukup tinggi. Ini kadang-kadang ada orang membandingkan kenapa negara-negara yang sudah maju kayak Jepang atau Eropa Barat kan pertumbuhan ekonominya relatif kecil.

Sebenarnya mereka juga ada kebutuhan untuk penciptaan lapangan kerja karena lapangan kerja barunya juga relatif kecil. Jadi mungkin itu sebagai gambaran. Kita perlu angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena kita butuh lapangan kerja baru untuk angkatan kerja baru yang relatif tinggi.

Maksud Pak Prabowo untuk meningkatkan 8 persen salah satunya agar tadi angkatan kerja baru yang ada itu bisa terserap ke dalam konteks perekonomian. Itu mengatakan, mengapa menjelaskan bahwa 80 persen itu penting bagi kita semua. Itu satu hal.

Dan yang kedua pertumbuhan ekonomi itu ada komponennya. Ada konsumsi, pengeluaran pemerintah, ada konteks investasi, ada konteks ekspor, ada konteks impor. Itu yang biasa kalau ekonomi yang secara sederhana YCIG plus X min M itu landasan kita.

Untuk mencapai 8 persen tadi, ada konteks peranan tadi konsumsi masyarakat, ada konteks pemerintah, ada konteks investasi. Ada konteks pemerintah yang mungkin tekanannya cukup berat, bukan berarti makin mengecil, tapi ke depan kita harus mulai mengoptimalkan itu tadi, investasi. Tapi dalam konteks kita di Kementerian Investasi dan Hilirisasi BKPM itu berperan atau mempunyai tugas yang relatif utama dibandingkan kementerian lain, yakni untuk bisa meningkatkan investasi dalam konteks PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri).

Jadi mau tidak mau dalam konteks 8 persen tadi yang diharapkan oleh Pak Presiden Prabowo menjadi pekerjaan penting atau mungkin pekerjaan utama yang harus dilakukan oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi, khususnya dalam meningkatkan investasi di penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri yang selama ini yang mungkin sudah cukup baik, tapi dalam konteks target peningkatan ekonomi yang lebih tinggi, tentunya kita harus bisa bekerja lebih keras untuk bisa menciptakan atau menarik investasi PMA, PMDN yang lebih optimal lagi.

photo
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) menekan tombol didampingi Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia (ketiga kiri), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif (kelima kanan), Menteri BUMN Erick Thohir (kiri), Sekretaris Kabinet Pramono Anung (keempat kanan), Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arsal Ismail (kedua kanan), Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (ketiga kiri) dan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru (kedua kiri) saat groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) di Kawasan Industri Tanjung Enim, Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/1/2022). Proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) diperikirakan akan mendatangkan investasi asing dari Air Products & Chemicals Inc (APCI) sebesar US$ 2,1 miliar dengan utilisasi 6 juta ton batu bara pertahun dan menghasilkan 1,4 juta DME pertahun. - (ANTARA/Nova Wahyudi)

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement