REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang pergantian tahun, tekanan untuk menyelesaikan target dan resolusi sering kali meningkat. Hal ini dapat menjadi pemicu stres bagi sebagian individu, terutama anak muda.
Pakar psikologi dari Universitas Airlangga (Unair) Atika Dian Ariana mengatakan, perasaan tidak cukup waktu untuk mencapai resolusi menjadi salah satu faktor utama penyebab stres. Ketika merasa waktu hampir habis, seseorang cenderung semakin menekan diri sendiri. Pada akhirnya, berpengaruh terhadap kesehatan mental mereka.
"Sebenarnya, semua berawal ketika membuat resolusi. Kita juga harus bersiap untuk ketidakberhasilan. Jadi, persiapan mentalnya bukan hanya bagaimana bila saya berhasil, sehingga ada beberapa plan. Bisa disebut sebagai mitigasi risiko untuk menerima, karena beberapa hal memang bukan menjadi jalan kita," ujar Atika dalam keterangan tertulis, dikutip pada Senin (30/12/2024).
Meski begitu, ada pula faktor lain pemicu stres yang terjadi pada akhir tahun. Antara lain, adanya tuntutan dan evaluasi kerja yang biasanya terjadi pada akhir tahun. Di dunia kerja, sering kali tekanan muncul karena target kerja atau evaluasi tahunan di berbagai institusi.
"Selain itu, beberapa individu menganggap momen akhir tahun untuk merealisasikan apa yang telah menjadi rencana sepanjang tahun," kata Atika.
Untuk mengatasinya, Atika menekankan pentingnya coping atau metode pengelolaan stres. Caranya dengan melakukan sesuatu yang sifatnya comforting shooting untuk masing-masing individu, seperti menggambar, menulis jurnal, atau melakukan kegiatan seni lain yang menenangkan.
Ketika tidak bisa melaksanakannya secara mandiri, berinteraksi dengan lingkungan sosial juga termasuk teknik coping yang cukup efektif untuk mengurangi tekanan. "Diskusi atau sekadar curhat dengan orang terdekat, bisa membantu kita merasa lebih ringan. Atau jika dirasa stres terlalu menekan, silahkan untuk diskusi dengan profesional," jelas Atika.
Menurut Atika, refleksi pada akhir tahun juga dapat membantu individu melakukan orientasi terhadap tujuan mereka. "Dengan jeda ini, kita dapat menyadari makna dari apa yang telah kita capai. Dengan begitu, kita tidak seperti robot yang hanya mengejar target tanpa menikmati prosesnya," kata dia. Tika menyebut apresiasi terhadap pencapaian sekecil apa pun, dapat membantu menjaga kesehatan mental.