REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Polda Jawa Tengah (Jateng) mulai melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan almarhumah Aulia Risma Lestari (ARL), mahasiswi PPDS Anestesia Universitas Diponegoro (Undip). Namun, Taufik Eko Nugroho, kepala program studi PPDS Anestesia Undip yang turut menjadi tersangka, tak menghadiri pemeriksaan karena sakit.
"Ini masih proses pemeriksaan di Polda. Ini sedang berlangsung," kata kuasa hukum Undip, Kairul Anwar, saat dihubungi pada Kamis (2/1/2025) siang.
Menurut Anwar, pemeriksaan terhadap para tersangka dimulai sekitar pukul 11:00 WIB. Dia mengungkapkan, dari tiga tersangka yang sudah ditetapkan Polda Jateng, satu di antaranya, yakni Taufik Eko Nugroho, tidak menghadiri pemeriksaan.
"Hari ini dokter Taufik tidak bisa (hadir pemeriksaan) karena sakit. Yang dua (tersangka lainnya) hadir," ujarnya.
Kairul mengungkapkan, proses pemeriksaan terhadap Taufik akan dilakukan menyusul. "Kita harapkan beberapa saat segera sehat, terus kemudian ikut proses pemeriksaan," ucapnya.
Selain Taufik, terdapat dua tersangka lain dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan ARL, yakni SM dan ZYA. SM adalah staf admin Prodi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip. Sedangkan tersangka terakhir, yakni ZYA, adalah dokter residen atau senior ARL.
Sebelumnya Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengungkapkan, perputaran uang dalam kasus dugaan pemerasan di PPDS Anestesia Undip menembus angka dua miliar rupiah. Pada kasus yang melibatkan almarhumah ARL, Polda Jateng sudah mengamankan barang bukti sebesar Rp97 juta. "Dari hasil penyelidikan, diperkirakan putrannya kurang lebih dua miliar," kata Artanto.
Dia menambahkan, dugaan perputaran uang miliaran tersebut nantinya harus dibuktikan dalam sidang pengadilan kasus ARL. "Saat ini yang bisa dibuktikan yang uang tunai tersebut," ujarnya merujuk pada uang senilai Rp97 juta yang sudah disita Polda Jateng.
ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.
Merespons dugaan bunuh diri dan perundungan yang dialami ARL, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya memutuskan membekukan pelaksanaan PPDS Anestesia Undip di RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Keluarga ARL melaporkan kasus dugaan perundungan ke Polda Jateng pada 4 September 2024. Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengungkapkan, selain menghadapi perundungan, ARL juga mengalami pemerasan yang dibungkus sebagai iuran angkatan. Iuran tersebut sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa senior. Menurut Misyal, sejak ARL menjadi mahasiswa PPDS Anestesia Undip pada 2022, pihak keluarga telah mengeluarkan Rp225 juta untuk membayar iuran angkatan.
Undip dan RSUP Dr.Kariadi awalnya menyangkal adanya praktik perundungan dalam pelaksanaan PPDS. Namun sebulan pasca kematian ARL, tepatnya pada 13 September 2024, Undip dan RSUP Dr.Kariadi akhirnya mengakui bahwa praktik serta budaya perundungan memang terjadi di PPDS. Kedua lembaga tersebut pun menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan pemerintah.