REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi yang terjadi di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta, pada Kamis (2/1/2024). Tiga orang tersangka itu masing-masing adalah Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta berinisial IHW, Plt Kabid Pemanfaatan Kebudayaan berinisial MFM, dan pemilik event organizer (EO) atau pihak swasta berinisial GAR.
Kepala Kejati Jakarta Patris Yusrian Jaya mengatakan, modus korupsi itu dilakukan oleh IHW dan MFM yang sepakat untuk menggunakan EO milik GAR dalam melaksanakan sejumlah kegiatan.
Namun, MFM dan GAR menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ) untuk pencairan dana kegiatan. Setelahnya, uang SPJ yang telah masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipakai namanya ditarik dan ditampung di rekening GAR yang diduga digunakan untuk kepentingan IHW maupun MFM.
"Yang mengenalkan vendor, EO, kepada kabid pemanfaatan adalah kepala dinas," kata dia saat konferensi pers, Kamis.
Patris menambahkan, EO itu dibuatkan ruangan tersendiri di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta. Bahkan, GAR mempunyai beberapa orang staf yang juga ikut berkantor di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta. "Jadi EO ini adalah EO yang memonopoli kegiatan di dinas tersebut," kata dia.
Menurut dia, GAR bersama timnya telah memiliki ruangan khusus di Dinas Kebudayaan selama dua tahun terakhir. Selama itu pula, GAR tidak membayar sewa ruangan kepada Dinas Kebudayaan.
Patris menjelaskan, salah satu kegiatan yang difiktifkan oleh tersangka GAR adalah pagelaran seni yang dilakukan pada 2023. Kegiatan yang ditaksir memakan anggaran Rp 15 miliar itu sebenarnya tak pernah dilakukan. Namun, tersangka GAR merancang seolah-olah kegiatan itu dilakukan.
"Modus manipulasinya diantaranya mendatangkan beberapa pihak, kemudian diberi seragam sebagai penari, dan selanjutnya foto-foto di panggung dan diberi judul solah-olah foto ini setelah melaksanakan kegiatan tarian tertentu. Tapi tariannya tidak pernah ada. Dan ini kemudian dibuat pertanggungjawaban seolah-olah penari ini berasal dari sanggar yang dibuat oleh EO tadi," kata dia.
Menurut dia, dalam menyusun SPJ, tersangka juga menggunakan stempel palsu. Dengan begitu, dana SPJ dapat dicairkan.