REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan menyampaikan hingga saat ini, tidak ada regulasi yang secara spesifik mengatur tentang tidak dijaminnya perokok dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Semua peserta JKN memiliki hak yang sama atas layanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tanpa diskriminasi. Hal ini diungkapkan Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah, Sabtu (4/1/2025).
”Pada prinsipnya BPJS Kesehatan akan menjamin pelayanan kesehatan peserta sesuai ketentuan yang berlaku. Sampai dengan saat ini, tidak ada ketentuan yang menyebutkan pembatasan layanan pada peserta yang merokok. Pada saat masyarakat mendaftarkan diri menjadi peserta JKN tidak terdapat flagging (penandaan) apakah peserta tersebut perokok atau bukan, sehingga semua dapat menjadi peserta dan mendapat layanan kesehatan dengan penjaminan JKN,” kata Rizzky.
Namun Rizzky menekankan tentang penyakit yang disebabkan oleh tindakan gaya hidup tidak sehat seperti konsumsi rokok, pola makan tidak sehat, konsumsi minuman beralkohol dan sebagainya, berpotensi besar meningkatkan pembiayaan penyakit-penyakit berbiaya katastropik. Namun hal ini juga membutuhkan penelitian dan kajian lebih mendalam apakah murni karena rokok dan seberapa besar dampak pembiayaannya dalam Program JKN.
Penyakit berbiaya katastropik merupakan penyakit-penyakit yang membutuhkan biaya tinggi dalam pengobatannya serta memiliki komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Penyakit yang termasuk dalam golongan berbiaya katastropik adalah golongan penyakit-penyakit tidak menular. Penyakit-penyakit tersebut bersifat laten yang memerlukan waktu lama untuk bermanifestasi, sering tidak disadari, dan membutuhkan waktu yang lama pula untuk penyembuhan atau mengendalikannya.
Rizzky menjelaskan, beban jaminan kesehatan hingga 30 November 2024 sebesar Rp160 triliun dan terdapat 615,8 juta kunjungan sakit dan sehat ke fasilitas kesehatan atau 1,7 juta kunjungan per hari kalender. Dari beban jaminan kesehatan tersebut, BPJS Kesehatan mencatat 8 penyakit yang berbiaya katastropik menempati urutan teratas dalam klaim biaya pelayanan kesehatan Program JKN dan menggerus sebesar Rp 33,99 triliun atau 21,23 persen dari total beban jaminan kesehatan hingga November di tahun 2024.
Di posisi pertama sekitar Rp 17,5 triliun dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk membayar pelayanan kesehatan peserta JKN yang mengidap jantung dengan jumlah kasus 20,5 juta. Kanker di posisi kedua dengan biaya sebesar Rp 5,9 triliun untuk 3,9 juta kasus. Di posisi ketiga ada penyakit stroke dengan jumlah kasus 3,6 juta dan menghabiskan anggaran Rp 5,3 triliun.
Saat ini beberapa upaya pencegahan yang dilakukan BPJS Kesehatan melalui program-program promotif dan preventif seperti Skrining Riwayat Kesehatan melalui aplikasi Mobile JKN serta meningkatkan kampanye bahaya merokok untuk mengurangi prevalensi.
BPJS Kesehatan juga mengajak masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat seperti tidak merokok, menjaga pola makan yang seimbang, rutin berolahraga, mengelola stres, dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala adalah investasi penting bagi kesehatan jangka panjang. Dengan demikian diharapkan dapat masyarakat yang lebih sehat dan mendukung keberlanjutan Program JKN.