REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Upaya organisasi kemanusiaan untuk menangkap dan menuntut tentara Israel yang bepergian ke luar negeri karena kejahatan perang terus berlanjut. Pasukan Pertahanan Israel memutuskan pada Rabu untuk mencoba menyembunyikan identitas semua tentara yang berpartisipasi dalam pertempuran.
Berdasarkan pedoman baru IDF untuk media, setiap wawancara dengan perwira berpangkat di bawah brigadir jenderal akan dilakukan dengan wajah diburamkan atau dari belakang. Sementara nama lengkap mereka disembunyikan, mirip dengan perilaku saat ini ketika mewawancarai anggota pasukan khusus dan pilot.
The Times of Israel melansir, pedoman ini akan berlaku bagi semua tentara, terutama mereka yang berkewarganegaraan asing, karena mereka berisiko tinggi dituntut jika mereka bepergian ke luar negeri. Tentara yang diwawancarai juga tidak boleh “dikaitkan” dengan insiden pertempuran tertentu berdasarkan pedoman baru ini.
Perwira senior berpangkat brigadir jenderal, atau perwira yang namanya sudah diketahui publik, diperbolehkan menunjukkan wajah dan nama lengkapnya dalam wawancara. Sebelum melakukan wawancara dengan media, anggota Departemen Hukum Internasional Advokat Jenderal Militer akan memberikan pengarahan kepada petugas, dan rekaman tersebut harus disetujui oleh Departemen Sensor Militer dan Keamanan Informasi IDF.
Pedoman baru ini sepertinya tidak akan berdampak signifikan terhadap upaya mengadili tentara IDF atas kejahatan perang. Hal ini karena organisasi-organisasi di balik upaya tersebut umumnya mengidentifikasi tentara melalui konten media sosial yang mereka unggah saat beroperasi di Gaza, dan jarang dari konten media berita.
This is the #Israeli war criminal Yuval Vagdani who managed to escape from #Brazil before his capture by the authorities. Wonder if Mossad helped him! @IDF soldiers will be hunted everywhere they go in the world, no escaping from legal justice. They’ll be turned into… https://t.co/l1lvhbIT4K pic.twitter.com/h4vZNWGBCp
— ali hadi (alihadi68) January 5, 2025
Militer Israel tidak berbuat banyak untuk menghentikan tentaranya membagikan konten tidak sah dari operasi online, dan fenomena ini masih meluas pada bulan ke-15 agresi ke Gaza.
Arahan baru militer ini muncul di tengah kampanye yang dilakukan oleh Hind Rajab Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Belgia. Yayasan itu mengidentifikasi tentara Israel yang telah mempublikasikan video ke media sosial yang berisi kejahatan perang yang mereka lakukan dan mereka dukung. Yayasan itu melacak para prajurit dan mengingatkan penegak hukum setempat ketika mereka bepergian ke luar negeri dalam upaya untuk menangkap dan mengadili mereka.
Nama yayasan tersebut, yang menyatakan bahwa mereka “berdedikasi untuk mengakhiri impunitas Israel dan mencapai keadilan bagi Hind Rajab dan semua korban Genosida Gaza,” diambil dari nama Hind Rajab yang berusia enam tahun, yang dibunuh tentara Israel di Gaza pada Januari lalu.
Kelompok yang berbasis di Belgia tersebut mengatakan telah mengajukan bukti dugaan kejahatan perang ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap 1.000 tentara Israel. Bukti yang mereka setakan termasuk laporan video dan audio, laporan forensik dan dokumentasi lainnya. ICC mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima pengajuan dan mengatakan akan “menganalisis materi yang diserahkan, sebagaimana mestinya.”