Senin 13 Jan 2025 17:11 WIB

'Dana Zakat Sebaiknya tak Dipakai untuk Makan Bergizi Gratis'

Ketua DPD mewacanakan dana zakat digunakan untuk program MBG.

Rep: Muhyiddin/ Red: Hasanul Rizqa
Sejumlah orang tua mendampingi anak balitanya menyantap hidangan makan bergizi gratis (MBG) di Posyandu Dahlia, Ciracas, Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah orang tua mendampingi anak balitanya menyantap hidangan makan bergizi gratis (MBG) di Posyandu Dahlia, Ciracas, Jakarta, Jumat (10/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pengalokasian dana zakat untuk Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menuai tanggapan. Pengamat zakat Yusuf Wibisono mengatakan, dana zakat sebaiknya tidak diperuntukkan bagi program pemerintah tersebut.

Ia menjelaskan, selama ini masyarakat menunaikan zakat melalui organisasi-organisasi pengelola zakat (OPZ). Berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan OPZ-OPZ telah memberikan kemanfaatan yang tinggi untuk rakyat miskin.

Baca Juga

"Menurut saya, sebaiknya dana zakat masyarakat tidak digunakan untuk program MBG. Jangan sampai gagasan zakat untuk program MBG ini akan menurunkan kinerja program-program pemberdayaan OPZ yang telah berjalan dengan baik selama ini," ujar pengamat dari Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) itu saat dihubungi Republika, Senin (13/1/2025).

Desain kebijakan MBG saat ini, lanjut Yusuf Wibisono, masih cenderung tidak efisien. Implementasinya di lapangan juga rawan korupsi, kurang mendorong ketahanan dan kemandirian pangan, serta kurang mampu memunculkan dampak pengganda yang optimal bagi ekonomi rakyat. Semua ini lantaran program tersebut masih dilakukan secara sentralistik.

"Pelibatan OPZ, baik LAZ (lembaga amil zakat) atau Baznas (Badan Amil Zakat Nasional), dalam program MBG sebaiknya dilakukan hanya jika program MBG tidak lagi dilakukan secara tersentralisasi," kata Wibisono.

"Pelaksanaan program (MBG) secara desentralisasi akan menekan korupsi, mendorong partisipasi publik serta mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan lokal," sambung dia.

Jika MBG dilaksanakan secara desentralisasi, Wibisono mengusulkan, pelaksana program tersebut adalah pihak sekolah yang bekerja sama dengan komite sekolah setempat dan orang tua siswa. Tugas pengawasan dapat dilakukan dinas pendidikan setempat. Dengan begitu, kalau dilibatkan, LAZ dapat berperan sebagai pelaksana maupun pengawas program ini.

"LAZ memiliki banyak program pendayagunaan di bidang pendidikan, bahkan secara langsung mengelola sekolah-sekolah gratis untuk masyarakat miskin," ujar Wibisono.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Dengan melibatkan LAZ, menurut dia, program MBG akan mendorong tumbuhnya inisiatif lokal dalam menyediakan makan gratis bagi kelompok rentan, semisal kalangan lanjut usia (lansia), balita dan keluarga miskin ekstrem.

Umumnya LAZ memiliki kelebihan dalam bersentuhan langsung dengan masyarakat. Mereka yang sehari-hari mendampingi kaum miskin, akan menyalurkan program MBG ke penerima prioritas secara tepat sasaran.

Terlebih lagi, lanjut Wibisono, banyak LAZ memiliki program penanggulangan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak (stunting). Alhasil, pelibatan LAZ dalam program MBG berpotensi menciptakan sinergi dalam percepatan penanggulangan stunting.

"Andai OPZ ingin dilibatkan dalam program MBG, sebaiknya hal itu dilakukan jika program MBG bersedia mengakomodasi usaha kecil dan bahkan usaha mikro. Desain pengadaan program MBG saat ini menyulitkan usaha kecil dan terlebih usaha mikro untuk ikut terlibat," tukas Wibisono.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement