REPUBLIKA.CO.ID, Alquran menggambarkan penyesalan orang kaya dan berkuasa yang tidak beriman dan bertakwa kepada Allah SWT setelah kematian. Namun, jika kekayaan dan kekuasaannya digunakan di jalan Allah SWT disertai dengan iman dan takwa, maka tidak akan ada penyesalan yang dialaminya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
مَآ اَغْنٰى عَنِّيْ مَالِيَهْۚ
هَلَكَ عَنِّيْ سُلْطٰنِيَهْۚ
Mā agnā ‘annī māliyah.
Halaka ‘annī sulṭāniyah.
Hartaku sama sekali tidak berguna bagiku. Kekuasaanku telah hilang dariku. (QS Al-Haqqah Ayat 28 dan 29)
Ayat ini menerangkan tentang jalan pikiran orang kafir sewaktu hidup di dunia. Menurut mereka, yang menentukan keadaan dan derajat seseorang adalah pangkat, kekuasaan, dan harta.
Dengan harta, mereka akan dapat memperoleh segala yang diinginkan, dan dengan pangkat dan kekuasaan, mereka dapat memuaskan hawa nafsu, dikutip dari Tafsir Kementerian Agama RI.
Setelah berada di akhirat, jelaslah bagi mereka kekeliruan jalan pikiran semacam itu. Terucap di mulut mereka perasaan hati waktu itu dengan mengatakan, “Harta yang aku miliki waktu berada di dunia dahulu tidak dapat menolong dan menghindarkanku dari siksa Allah. Demikian pula kekuasaan yang telah aku miliki di dunia telah lenyap pada saat ini, sehingga aku tidak mempunyai seorang penolongpun.”
Anggapan orang kafir waktu di dunia bahwa yang menentukan segala sesuatu itu adalah harta dan kekuasaan diterangkan dalam firman Allah:
"Dan dia memiliki kekayaan besar, maka dia berkata kepada kawannya (yang beriman) ketika bercakap-cakap dengan dia, “Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat.” (QS Al-Kahf Ayat 34)