REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mengimbau seluruh masyarakat untuk selalu disiplin dan mematuhi aturan saat melintas di perlintasan sebidang. Hal ini penting demi keselamatan bersama serta mengurangi angka kecelakaan yang masih sering terjadi akibat pelanggaran di perlintasan.
Vice President Public Relations KAI Anne Purba menyampaikan keselamatan di perlintasan sebidang merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, operator transportasi, dan masyarakat. Anne mengatakan tata cara berlalu lintas di perlintasan telah diatur di dalam UU No: 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Setiap pengendara wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu mulai ditutup, dan/atau terdapat isyarat lain yang menunjukkan adanya kereta api yang akan melintas. Jika terjadi kemacetan, harap menunggu hingga jalur di depannya kosong sebelum melintas,” ujar Anne dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Anne menyebut, pelanggaran terhadap aturan di perlintasan sebidang dapat dikenakan sanksi. Pasal 114 UU tersebut menyebutkan pengemudi kendaraan wajib berhenti saat sinyal berbunyi, palang pintu tertutup, serta mendahulukan kereta api.
"Selanjutnya guna menghindari terjebak kemacetan di perlintasan, pengemudi kendaraan wajib memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel," ucap Anne.
Bagi pengemudi kendaraan yang melanggar aturan, ucap Anne, ada sanksi bagi pelanggar yang diatur dalam Pasal 296 UU 22/2009, yang menyebutkan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dan tidak berhenti saat sinyal berbunyi atau palang pintu mulai ditutup dapat dikenakan pidana kurungan maksimal tiga bulan atau denda hingga Rp 750 ribu.
"KAI berharap masyarakat semakin memahami pentingnya menaati aturan di perlintasan sebidang demi keselamatan diri sendiri dan orang lain. Jangan mengambil risiko dengan menerobos perlintasan, karena kecelakaan yang terjadi bisa berakibat fatal," lanjut Anne.
Berdasarkan data KAI, sepanjang periode Januari hingga 28 Februari 2025 telah terjadi 50 insiden kecelakaan yang menelan 48 korban di perlintasan sebidang. Dari jumlah tersebut, Anne sampaikan. 18 orang meninggal dunia, empat orang mengalami luka berat, dan 26 orang mengalami luka ringan.
"Angka ini menunjukkan pelanggaran di perlintasan masih menjadi masalah serius yang harus segera ditangani," ucap Anne.
KAI, sambung Anne, terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain penutupan perlintasan sebidang ilegal, pemasangan rambu-rambu tambahan, serta sosialisasi keselamatan kepada masyarakat.
Selain itu, KAI juga bekerja sama dengan kepolisian dan dinas perhubungan dalam melakukan pengawasan serta penindakan bagi pelanggar aturan di perlintasan sebidang. Anne berharap m adanya tindakan tegas dan peningkatan kesadaran masyarakat, jumlah kecelakaan di perlintasan dapat ditekan.
"Setiap rangkaian kereta api mengangkut ratusan hingga ribuan orang. Satu keputusan ceroboh dari pengemudi kendaraan di perlintasan dapat membahayakan nyawa banyak orang yang tengah bepergian dengan kereta api," ujar Anne.
KAI, lanjut Anne, juga mengingatkan keselamatan di perlintasan sebidang bukan hanya tanggung jawab operator kereta api, tetapi juga pengguna jalan. Dengan kerja sama yang baik antara berbagai pihak, diharapkan tidak ada lagi korban jiwa akibat kecelakaan di perlintasan sebidang.
"KAI akan terus berupaya meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api dan berharap masyarakat juga turut serta dalam mewujudkan perjalanan yang aman, nyaman dan selamat," kata Anne.