Oleh: Muhyiddin, Fuji E Permana
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tren umroh mandiri semakin meningkat. Demikian juga dengan animo masyarakat.
Ini didukung dengan kebijakan Arab Saudi yang menyediakan pilihan berangkat ke tanah suci, tidak hanya memalui satu sistem, tetapi beragam opsi. Pendatang bisa menggunakan berbagai jenis visa untuk masuk Arab Saudi.
"Jadi orang mau umroh itu entah karena dinas, entah karena kunjungan bisnis, entah karena kunjungan keluarga, itu mereka bisa menunaikan umroh," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umroh (SATHU) Muharom Ahmad kepada Republika.co.id beberapa waktu lalu.
Bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU), umroh mandiri punya definisi dan batasan tersendiri. Yang dimaksud dengan umroh dalam undang-undang yang ada di Indonesia adalah jenis perjalanan yang diakomodasikan travel resmi berizin dari Kementerian Agama (Kemenag).
Dia menerangkan, misalnya warga negara Indonesia (WNI) punya teman di Arab Saudi, maka WNI tersebut bisa datang ke Arab Saudi atas undangan temannya.
WNI tersebut bisa tinggal di rumah temannya atau di rumah keluarga yang ada di Arab Saudi. Bisa juga orang yang sedang dalam perjalanan dinas, kemudian melakukan umroh di Arab Saudi juga bisa. Itu semua bisa dikatakan umroh mandiri.
"Tapi kalau pengertian umroh dalam artian perjalanan yang diatur oleh travel, nah tentu itu tidak bisa umroh mandiri tapi harus melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) sebagaimana diatur oleh undang-undang," ujar Muharom.
Dengan definisi semacam ini, apakah keberadaan umroh mandiri akan mengancam eksistensi dan bisnis PPIU resmi berizin? Muharom mengatakan, kalau dihitung bahwa itu potensi customer, tetapi pengurusannya tidak melalui PPIU tentu berpengaruh.
Tapi, kalau misalnya katakanlah, pejabat sedang berdinas ke Arab Saudi melakukan umroh, tentu itu tidak akan berpengaruh ke PPIU.
