REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mengungkapkan banyak penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan anggota polisi. Penyalahgunaan wewenang itu yang menurut Usman menjadi sumber masalah yang menimpa polisi.
Hal tersebut ini dikatakan Usman dalam diskusi 'Urgensi Reformasi Polri' yang diadakan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Jakarta pada Jumat (7/3/2025). "Dari riset Amnesty, pertama itu dilakukan penyalahgunaan wewenang. Jadi beberapa kejadian yang mengemuka di media itu penyalahgunaan wewenang," kata Usman.
Usman mengatakan kasus yang menjerat Ferdy Sambo sebagai contoh penyalahgunaan wewenang. "Seperti Ferdy Sambo itu kan jelas penyalahgunaan wewenang, kalau pun tiga ditembak mati, lakukan pelanggaran hukum ke istri Ferdy, dia punya hak lakukan proses hukum tapi malah, lakukan tindakan di luar hukum," lanjut Usman.
Usman juga mengamati anggota Polri banyak melakukan tindakan eksesif. Usman mencontohkan personel polisi banyak melakukan tindakan berlebih kepada para peserta demonstrasi.
"Demonstran dianggap musuh. Kenapa mreka sampai harus dipukul, ditangkap, petugas bilang mreka lempar botol, berlaku kasar ke polisi. Saya katakan apakah perlu sampai diinjak-injak? Rata-rata mereka ngerasa ada dasar pembenar, karena kalau nggak mereka terancam," ujar Usman.
Tapi, Usman malah mempertanyakan apakah pihak yang dipukuli oleh anggota kepolisian itu sangat mengancam. Hanya saja elite Polri tak bisa menjawabnya saat ditanya dalam suatu diskusi.
"Apa benar ada ancaman ke polisi dari orang yang dianiaya itu? Mereka nggak bisa jawab," ucap Usman.
Berikutnya, Usman menyinggung penguatan peran Kompolnas. Usman menegaskan pengawasan terhadap polisi wajib diperketat karena kewenangan Polri saat ini merambah ke banyak hal.
"Kewenangan kepolisian terlalu banyak sebabkan polisi lakukan kekerasan dan banyak masalah. Korupsi dan KKN dalam kepolisian ini sangat besar, dibuktikan lewat lagu Sukatani. Tapi selama ini disangkal," ucap Usman.
Sementara itu, Komisioner Kompolnas, Choirul Anam menegaskan reformasi polisi memang saat ini telah berjalan. Menurutnya, Polri telah membangun semua kinerjanya melalui daring atau online.
"Bagaimana untuk mencegah perilaku koruptif, dibikinlah menkanisme online, mialsalnya pembuatan SIM," ujar Anam.
Anam tak menampik soal pesan dalam lagu band Sukatani berjudul Bayar Bayar Bayar. Tapi Anam menekankan keresahan itu saat ini mulai dibereskan di internal Polri.
"Beberapa memang clear fakta, soal polisi bayar polisi, ada bangunan yang memang dibangun polisi semakin bagus, online itu bukan hanya pelayanan, tapi juga komplain, atau ada polisi melakukan perbuatan tercela bisa online. Kita nggak tahu apakah itu kurang kampanye atau bagaimana, sehingga masih banyak anggota kepolisian yang belum sempurna," ucap Anam.
Walau begitu, Anam mengamati praktik negatif di internal Polri telah menjadi budaya. Sehingga Anam menegaskan sampai saat ini masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus dibenahi.
"Dalam kasus yang lumayan populer, DWP dan Bintoro, kalau di Bintoro itu dari lima orang, tiga orang di PTDH, tapi pidananya nggak jalan," ucap Anam.