Selasa 11 Mar 2025 16:49 WIB

Puasa Ramadhan dan Terapi Kesantunan

Sesungguhnya Allah Mahasantun, dan menyukai kesantunan dalam segala hal.

ILUSTRASI Ramadhan.
Foto: EPA-EFE/HANNIBAL HANSCHKE
ILUSTRASI Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak manfaat yang bisa diperoleh setiap Muslim dari ibadah puasa. Salah satunya sebagai media melatih kesantunan dalam berinteraksi sehari-hari.

Seorang Muslim yang ingin menjaga kemurnian puasanya, wajib mengembangkan cara berinteraksi yang santun. Baik dalam tutur kata, canda, maupun tingkah laku. Bahkan, terhadap orang yang mengasarinya sekalipun.

Baca Juga

"Apabila seseorang di antara kalian sedang berpuasa," sabda Rasulullah SAW, "lalu ada yang mencaci atau mengasarinya, hendaklah ia berkata, '(Maaf) saya sedang berpuasa'" (HR Bukhari dan Muslim).

Kesantunan semacam ini akan berdampak besar bagi pribadi yang bersangkutan maupun orang di sekitarnya. Pertama, ia akan membuatnya menjadi pribadi yang indah. Secara garis besar, Allah SWT mengaruniakan dua keindahan kepada manusia: keindahan fisik dan kepribadian.

Umumnya, manusia mudah terpukau keindahan fisik. Namun, keindahan fisik akan segera kehilangan kesan bila tingkah laku dan kata-katanya kasar. Di sinilah, kesantunan menjadi faktor kunci mewujudkan pribadi yang indah.

"Sesungguhnya Allah SWT memberi (keutamaan) kepada kesantunan, yang tidak diberikan-Nya kepada kekasaran, dan tidak juga diberikan-Nya kepada sifat-sifat yang lain" (HR Muslim).

Dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya kesantunan tidak melekat pada sebuah pribadi kecuali sebagai perhiasan, dan tidak tercerabut darinya kecuali sebagai aib" (HR Muslim).

Kedua, kesantunan bisa membentuk sekitar kita. Banyak sahabat yang memperoleh hidayah setelah menyaksikan pribadi Rasulullah SAW yang santun. Di antaranya, Tsumamah bin Atsal RA dan Zaid bin Sa'anah RA.

Ketiga, kesantunan adalah pelindung hati dari noda dan penyakit kalbu. Yang perlu disadari, ketika berkata kasar dan mengumpat, sebenarnya kita tidak sedang merugikan orang lain, tapi menodai hati sendiri, mengotorinya dengan kekasaran, serta membuatnya menjadi keras.

Suatu kali, Rasulullah SAW tengah duduk bersama Aisyah RA. Lalu melintaslah sekelompok orang Yahudi di hadapan beliau. Tiba-tiba mereka menyapa Rasulullah SAW dengan memelesetkan ungkapan Assalamualaikum menjadi Assamu 'alaika--"Kebinasaan atasmu, hai Muhammad."

Mendengar serapah orang-orang Yahudi itu, Aisyah RA tidak terima. Namun, Rasulullah SAW segera menenangkan istrinya itu dan memintanya tak merespons mereka dengan kekasaran dan kebencian yang sama. Kemudian, beliau shalallahu 'alaihi wasallam memberikan alasan, "Sesungguhnya Allah SWT Mahasantun, dan menyukai kesantunan dalam segala hal" (HR Al-Bukhari).

Semoga puasa Ramadhan kali ini bisa melekatkan etos kesantunan dalam keseharian kita, sehingga menjadi hamba-hamba yang disukai Allah SWT. Sebab, dalam sebuah hadis disebutkan, "Apabila Allah SWT menyukai seorang hamba, Dia akan mengaruniainya kesantunan" (HR Muslim dan Abu Dawud).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Damai di bumi

Mengapa Islam mengutamakan sopan santun? Jawaban atas pertanyaan ini antara lain diungkapkan oleh Prof Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Yang Hilang dari Kita: Akhlak.

 

sumber : Hikmah Republika oleh Abdullah Hakam Shah
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement