Senin 26 May 2025 07:24 WIB

Rahasia Ibadah Qurban

Kurban mesti dilakukan dengan semangat meningkatkan ketakwaan.

Kurban Idul Adha (ilustrasi)
Foto: dok rep
Kurban Idul Adha (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kata kurban (qurban) aslinya tiga huruf: qaf, ra’, dan ba’. Itu diucapkan qaruba. Artinya, 'mendekat.'

Dalam Alquran surah al-Maidah ayat ke-27, kata qurban digunakan dalam kisah dua anak Nabi Adam AS, yaitu Qabil dan Habil. Diceritakan bahwa keduanya melakukan kurban "idz qarrabaa qurbaanan."

Baca Juga

Syekh as-Sa’di menjelaskan, makna qurban bahwa maksudnya “liqashdid taqarrub ilallahi” (untuk maksud mendekatkan diri kepada Allah). Dari sini, kita tahu bahwa dalam istilah kurban terkandung makna "taqarrub ilallahi" (pendekatan kepada Allah).

Itulah mengapa, dalam fikih qurban kita harus memberikan hewan kurban terbaik, tanpa cacat. Bahkan, semakin berkualitas hewan qurban, akan semakin besar pahalanya.

Sebab, kita sedang melakukan suatu ibadah yang sangat agung, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam ayat tentang kisah Qabil dan habil di atas, disebutkan bahwa qurbannya Habil diterima, sedangkan qurbannya Qabil ditolak. Allah berfirman, "Fatuqbal min ahadihima wa lam yutaqabbal minal akhar."

Usut punya usut, ternyata qurban yang diajukan Qabil adalah hasil buah-buahan yang paling buruk. Adapun qurban yang diajukan Habil adalah hasil dari ternak domba paling baik.

Perlu diketahui bahwa dalam syariat terdahulu, ibadah qurban masih berupa apa yang mereka hasilkan. Petani berqurban dengan hasil taninya dan peternak berqurban dengan hasil ternaknya. 

Masih terkait dengan ayat qurban di atas, pada bagian penutup Allah meletakkan kaidah dalam berqurban, “Innama yatqabbalullahu minal muttaqiin” (yang diterima oleh Allah hanyalah qurban orang yang bertakwa) (QS al-Maidah:27). Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban bukan sekadar menyembelih hewan qurban.

Namun, pada saat bersamaan, hendaklah qurban tersebut dilakukan dengan semangat takwa kepada Allah SWT. Ketika menjelaskan makna al-muttaqiin, para ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah orang-orang yang bertakwa kepada Allah dalam melaksanakan qurbannya dengan cara ikhlas karena-Nya dan mengikuti tata cara pelaksanaan yang dicontohkan Rasulullah SAW.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

sumber : Hikmah Republika oleh Ustaz Amir Faishol Fath
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَقَالَ الَّذِى اشْتَرٰىهُ مِنْ مِّصْرَ لِامْرَاَتِهٖٓ اَكْرِمِيْ مَثْوٰىهُ عَسٰىٓ اَنْ يَّنْفَعَنَآ اَوْ نَتَّخِذَهٗ وَلَدًا ۗوَكَذٰلِكَ مَكَّنَّا لِيُوْسُفَ فِى الْاَرْضِۖ وَلِنُعَلِّمَهٗ مِنْ تَأْوِيْلِ الْاَحَادِيْثِۗ وَاللّٰهُ غَالِبٌ عَلٰٓى اَمْرِهٖ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ
Dan orang dari Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya,” Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di negeri (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya takwil mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.

(QS. Yusuf ayat 21)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement