REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji (BPH) Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan bahwa pengelolaan haji itu ada kartelnya. Menurutnya, praktik kartel tersebut tidak hanya terjadi di luar negeri tapi juga di Tanah Air.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Haji dan Umroh Indonesia, Ade Marfuddin mengatakan, artinya ada langkah serius, inovasi dan visioner bahwa kartel di penyelenggaraan haji itu nyata adanya.
"Ini kan dulu orang enggak berani bilang kartel, pak wakil (BPH) udah bilang kartel, berarti memang udah mengendus ada praktik-praktik kartel di dalam penyelenggaraan haji," kata Ade kepada Republika, Selasa (27/5/2025)
Ia menerangkan, biasanya kartel itu dikonotasikan di area-area yang seperti Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan narkoba di Amerika Selatan. Ternyata di haji misalnya ada praktik-praktik kartel.
Menurutnya, kalau dikatakan kartel, biasanya ujungnya adalah merugikan. Artinya tidak punya keberpihakan kepada konsumen, justru konsumen yang dirugikan kartel.
"Nah kalau ini bagian dari indikasi ada kerugian pada jamaah ya harus dihentikan (kartelnya), dipotong jalurnya supaya tidak merebak kemana-mana," ujar Ade.
Jika benar adanya kartel, Ade menegaskan maka harus ditertibkan lewat BPH. Sehingga penyelenggaraan haji oleh BPH harus jauh lebih baik. Maka inovasi dari BPH ditunggu oleh masyarakat, apakah akan sama seperti penyelenggaraan haji saat di Kementerian Agama (Kemenag) atau akan berbeda.
Ade menerangkan bahwa memiliki banyak masukan untuk penyelenggaraan haji jika diminta masukan. Dalam haji, banyak yang perlu dilakukan asal punya keberanian. Menurutnya, gagasan adanya Kampung Haji termasuk terobosan.
Selain itu, ia menambahkan, soal penerbangan untuk jamaah haji, apakah mau seperti sekarang hanya beberapa maskapai yang menerbangkan atau mau dibuka seperti pasar bebas sehingga terjadi persaingan harga.
Dulu penerbangan jamaah haji dikuasai atau dimonopoli oleh sebuah maskapai, menurut Ade, itu masuk kartel karena memonopoli dan harganya tidak bisa kompetitif.
"Ini saya kira ke depan harus berani, di transportasi misalnya saya usulkan kemarin itu, saya bilang kita harus punya pesawat sendiri sebagai kebanggaan haji Indonesia," ujarnya.
Ade juga mengatakan bahwa dirinya lebih menyoroti inovasi penyelenggaraan haji, bukan soal kartelnya. Urusan-urusan yang sifatnya administratif, transportasi, catering, akomodasi dan lainnya, itu ranahnya pemerintah atau penyelenggara. Karena yang sifatnya pelayanan perlu diberikan kepada jamaah haji.
"Nah ke depan saya selalu mengatakan bahwa perlunya ibadah itu pada aspek pembinaan, saya lebih menyoroti kepada bagaimana pembinaan itu yang harus sistemik ya, sistematis terukur, sehingga jamaah haji kita betul-betul sebelum berangkat tuh paham tentang ilmu manasik haji," kata Ade.
Menurutnya, BPH sekarang sedang belajar di Arab Saudi, melihat secara empiris dan memotret haji tahun ini seperti apa. Nanti BPH akan lakukan evaluasi sehingga tahu cara apa yang memberikan kemudahan, dan ujungnya adalah efisiensi seperti keinginan presiden.
"Harganya (biaya haji) murah, tapi kan tidak murahan, murah tapi tidak menyengsarakan," ujarnya.
Ade juga mengatakan bahwa dengan memperbaiki layanan-layanan haji, secara tidak langsung otomatis akan menghilangkan yang dimaksud kartel itu. Kalau terus dilakukan pembenahan maka otomatis kartel itu akan hilang, terkikis secara otomatis dan hilang. Namun, nanti bisa dilihat sistemnya seperti apa yang akan dilakukan BPH.