Ahad 01 Jun 2025 15:58 WIB

Monolog Pertama Tika Bravani: Berani Total Perankan Siti Walidah, Istri Kiai Ahmad Dahlan

Aktris Tika Bravani mengungkap sempat takut terlibat dalam monolog.

Rep: Muhyiddin/ Red: Qommarria Rostanti
Tika Bravani memerankan Siti Walidah dalam teater monolog bertajuk Aku yang Tak Kehilangan Suara.
Foto: Muhyiddin
Tika Bravani memerankan Siti Walidah dalam teater monolog bertajuk Aku yang Tak Kehilangan Suara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktris Tika Bravani ikut serta dalam sebuah proyek teater yang tak biasa. Dia dipercaya memerankan tokoh Siti Walidah, istri pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, dalam teater monolog bertajuk "Aku yang Tak Kehilangan Suara". 

 

Baca Juga

Pertunjukan ini digelar pada Sabtu (31/5/2025) di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, bertepatan dengan hari wafatnya Siti Walidah. Teater monolog ini menyajikan sisi sejarah yang kerap terlupakan yaitu suara perempuan dalam perjuangan. 

 

Melalui naskah yang ditulis oleh Dian dan disutradarai Wawan Sofwan, penonton diajak menyelami keteguhan hati Siti Walidah dalam menghadapi tantangan hidup, termasuk isu sensitif seperti poligami, tanpa kehilangan martabat dan semangat pengabdiannya.

 “Monolog itu sebenarnya hal yang paling saya hindari sejak dulu karena takut. Takut mati gaya, takut lupa dialog, takut sendirian di panggung,” ujar Tika saat ditemui usai gladiresik di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Jumat (30/5/2025) malam.  

 

“Tapi anehnya sekarang saya justru mau. Rasanya campur aduk, tapi akhirnya saya percaya, kalau diproses dengan baik pasti bisa," kata dia. 

 

Bagi Tika, peran ini bukan pengalaman pertama memerankan tokoh Siti Walidah. Dia sebelumnya pernah memerankannya dalam film Nyai Ahmad Dahlan pada 2017. Namun kali ini, dalam bentuk monolog, dia merasa lebih bebas sekaligus lebih tertantang.

 

“Di film bisa take ulang, tapi di panggung salah ya lanjut saja. Tapi ternyata saya bisa juga hafal, bahkan sampai kebawa mimpi,” kata Tika sambil tertawa. 

 

Dia menceritakan, tiap pagi dirinya berlatih dialog sambil treadmill, untuk menjaga stamina dan melatih pengucapan. Produser pertunjukan, Joane Win, menyebut Tika dipilih karena dedikasi dan komitmennya selama latihan. “Dia selalu datang tepat waktu, menjaga stamina, dan sudah punya ikatan emosional dengan tokoh Siti Walidah sejak film sebelumnya,” ujar Joane.

 

Lebih dari itu, Joane berharap pertunjukan ini bisa memberi inspirasi bagi perempuan. “Kita ingin perempuan tahu bahwa mereka bisa setara, bahkan mengubah arah bangsa, terutama dalam bidang pendidikan, seperti yang dilakukan Siti Walidah," ucap dia.

 

Pemilihan tanggal 31 Mei pun bukan tanpa alasan. Awalnya, pertunjukan direncanakan pada 8 Maret, bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional. Namun karena berdekatan dengan bulan Ramadhan, akhirnya jadwal diubah. “Ternyata tanggal 31 Mei itu hari wafatnya Bu Walidah. Jadi terasa lebih bermakna,” kata Tika.

 

Di awal pertunjukan ini, Tika juga menceritakan kisah cinta Siti Walidah dengan Kiai Ahmad Dahlan yang sempat dipoligami. Namun, penulis naskah, Dian menjelaskan, isu poligami yang diangkat di awal cerita bukanlah fokus utama, melainkan pemantik untuk menggambarkan perjalanan batin dan ketegaran tokoh utama. 

 

“Kita ingin menunjukkan bagaimana seorang perempuan berdamai dengan luka, lalu bangkit, dan tetap berdaya,” ujar Dian. 

 

Tika pun mengaku sempat membayangkan bagaimana sakitnya perasaan Siti Walidah saat menghadapi poligami. “Saya bayangin aja udah sakit hati. Tapi Bu Walidah kok bisa sesabar itu ya? Itu yang bikin saya kagum," kata Tika. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement