Ahad 22 Jun 2025 13:57 WIB

AS Serang Iran, Harga Minyak Diprediksi Melonjak

Kenaikan harga minyak akan berdampak pada fiskal Indonesia.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Satria K Yudha
Presiden AS Donald Trump.
Foto: AP
Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda memperkirakan serangan Amerika Serikat ke Iran akan berdampak serius pada produksi minyak global. Ia menilai gangguan pada produksi Iran, sebagai salah satu produsen minyak utama dunia, bisa memicu kenaikan harga minyak mentah secara signifikan.

“Ketika produksinya dikurangi karena adanya perang, maka harga minyak mentah global akan meningkat,” ujar Huda saat dihubungi Republika di Jakarta, Ahad (22/6/2025).

Baca Juga

Harga minyak mentah dunia tercatat naik tajam sejak meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Pada akhir pekan lalu, harga Brent mencapai 88,90 dolar AS per barel, naik hampir 4 persen, sementara minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) juga melonjak ke 85,60 dolar AS per barel. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi dalam enam pekan terakhir.

Huda menyampaikan kenaikan ini sudah mulai terlihat dalam beberapa hari terakhir setelah Israel menyerang Iran. Huda menyebut dampak dari kenaikan harga adalah impor minyak bumi akan jadi lebih mahal, terutama bagi negara net importir seperti Indonesia. 

Huda menyampaikan harga minyak yang meningkat akan berpengaruh kepada harga produksi bahan bakar minyak dalam negeri. “Ketika tidak ada kenaikan harga, maka subsidi akan semakin meningkat. Dana di APBN akan semakin terkuras. Fiskal Indonesia akan semakin menurun,” sambung Huda. 

Menurut Huda, inflasi global akan mengiringi saat harga minyak global. Huda mengatakan inflasi yang tinggi ini bisa memicu resesi ekonomi global yang mana saat ini saja sudah diprediksi akan semakin turun. Dampaknya perdagangan global akan semakin terbatas, permintaan produk dari negara satu ke negara lainnya juga akan berkurang, termasuk Indonesia. 

Ketika inflasi tinggi, lanjut Huda, bank sentral akan mengerek suku bunga agar dapat mengendalikan inflasi. Akibatnya cost of investment akan semakin mahal. Perputaran ekonomi global akan terasa melambat.

“Terlebih bagi industri-industri yang masih bergantung pada bahan baku atau bahan penolong impor,” ucap Huda. 

Huda menyampaikan terdapat potensi kenaikan biaya impor yang cukup tinggi akibat harga minyak naik dan risiko pelayaran yang juga meningkat. Sektor distribusi pasti akan terpengaruh cukup dalam dengan penurunan permintaan. 

“Kemudian sektor manufaktur yang membutuhkan barang impor seperti teknologi, tampaknya juga akan terganggu. Belum lagi jika pemerintah menaikkan harga BBM dalam negeri, pasti akan menyebabkan industri dalam negeri semakin tertekan,” lanjut Huda. 

Di sisi lain, ucap Huda, Indonesia juga biasanya diuntungkan juga dengan kenaikan harga komoditas minyak global ini karena ekspor komoditas Indonesia akan semakin mahal.

Namun memang, lanjut Huda, kompensasi keuntungan ini biasanya tidak seberapa dibandingkan dengan pembengkakan subsidi BBM yang dikeluarkan oleh pemerintah. “Maka pemerintah harus jeli betul melihat peluang dan dampak dari perang Iran-Israel,” kata Huda. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement