REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia diperkirakan bisa melampaui pertumbuhan takaful di Malaysia. Menurut Takaful Practice Leader dan Consulting Actuary Milliman, Safder Jaffer, dengan pertumbuhan makro ekonomi yang baik, hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil.
Meski demikian, ia berujar regulator harus memberi dukungan penuh pada industri ini. ''Harus ada framework regulator yang solid,'' katanya dalam 'International Conference Syariah Insurance in Indonesia, New Growth Opportunity Within the World's Largest Muslim Population Country', Kamis (21/7).
Ia menilai peraturan regulator di Indonesia harus jelas dan tidak bertele-tele serta menyediakan layanan untuk mendorong para pelaku asuransi syariah. ''Kalau perlu, regulator membuat aturan tentang kapan unit harus diubah menjadi perusahaan yang berdiri sendiri,'' jelasnya.
Selain itu, ia mengatakan sinergi antara regulator, ulama dan industri juga harus dibina. Menurutnya, hal ini bisa meminimalisir perbedaan pendapat antara para pemegang kepentingan di asuransi dan mempercepat pertumbuhan inovasi produk asuransi syariah.
''Malaysia sudah melakukan ini,'' tegasnya. Jadi, ia berpendapat tidak ada alasan untuk Indonesia mengulur-ulur waktu.
Jika Indonesia melakukan ini, perkembangan asuransi syariah yang melesat akan amat terlihat empat hingga lima tahun ke depan. Safder berujar ada potensi asuransi syariah Indonesia mulai mendekati pencapaian Malaysia.
Meski mengaku belum memiliki data resmi, ia berujar premi asuransi bisa mendekati 1 miliar dolar AS. ''Kita memperkirakan untuk Malaysia, mereka akan meningkat premi sekitar 40 sampai 60 persen,'' katanya.
Ia optimis ini bisa dicapai. Kini, total premi industri asuransi syariah di negeri jiran sebesar 200 juta dolar AS.