REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Wakil Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Angelius Wake Kako menyoroti persoalan beras oplosan yang masih beredar di masyarakat.
Menurut Angelo sapaan akrabnya, persoalan beras oplosan itu merupakan sebuah fakta yang terjadi di lapangan.
“Ini sangat merugikan masyarakat,” tegas Angelo seusai Sidang Paripurna DPD RI di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Menurut Angelo, DPD RI menemukan di daerah bahwa ada beras yang tidak sesuai ukurannya seperti tertulis dalam kemasan.
Misalnya, beras yang tertulis dalam kemasan seberat 50 Kg, tetapi kenyataan isinya hanya 49 Kg, 48 Kg bahkan 47 Kg.
Lebih lanjut, Angelo juga menyoroti soal beras yang dijual tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET).
Menurut Angeloa, beras yang dijual tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi terjadi di beberapa zona termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
BACA JUGA: Media Ungkap Ali Khamenei akan Lakukan Serangan Balasan Mendadak ke Israel
Di NTT, kata Angelo, termasuk dalam zona 2 dengan harga eceran tertinggi untuk beras beras Medium seharga Rp 13.100 per Kg.
Namun, di lapangan dijual dengan harga Rp 14.000 bahkan mencapai Rp 17.000 pers Kg.
“Hal ini perlu mendapat perhatian,” ujar Senator dari Provinsi NTT ini.