Jumat 01 Aug 2025 09:08 WIB

Aturan Baru Pajak Emas dan Kripto Resmi Berlaku, Ini Perubahan Pentingnya

Pembelian emas di bawah Rp10 juta tidak lagi dikenakan pajak.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Satria K Yudha
Karyawan menunjukkan koleksi emas perhiasan di Galeri24 Pegadaian, Jakarta. Aturan baru pajak emas dan kripto resmi diberlakukan.
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan menunjukkan koleksi emas perhiasan di Galeri24 Pegadaian, Jakarta. Aturan baru pajak emas dan kripto resmi diberlakukan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah menetapkan aturan baru soal pajak emas dan kripto yang mulai berlaku 1 Agustus 2025. Perubahan ini menyasar dua hal utama, yaitu menyederhanakan sistem dan memberi perlakuan adil bagi konsumen serta pelaku usaha.

Untuk pembelian emas batangan oleh masyarakat, kini tidak lagi dikenakan pungutan pajak, selama nilai transaksi tidak lebih dari Rp10 juta. Ini tertuang dalam PMK 51/2025 dan PMK 52/2025, yang mengatur ulang pajak penghasilan (PPh) atas kegiatan usaha bullion.

Baca Juga

“Penjual emas memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas penjualan kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Bulion, sementara LJK Bulion sebagai pembeli juga memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5 persen atas pembelian yang sama,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama dalam Taklimat Media di Jakarta, Kamis (31/7/2025).

Dua pungutan dalam satu transaksi ini dianggap membebani, sehingga sekarang disederhanakan. Tarif diturunkan menjadi 0,25 persen saja dan hanya dipungut oleh LJK bullion. 

Konsumen akhir dibebaskan, dan bagi transaksi kecil di bawah Rp10 juta, tidak perlu bayar pajak apa pun.

“Ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 atas usaha bulion bukan merupakan jenis pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian agar tidak terjadi tumpang tindih pengenaan pajak,” jelas Yoga.

Bukan cuma emas, transaksi aset kripto juga kini mendapat perlakuan baru. PPN dihapus karena kripto kini diperlakukan sebagai aset keuangan digital, bukan lagi komoditas seperti sebelumnya. Meski begitu, penghasilan dari jual beli kripto tetap kena pajak penghasilan final.

Adapun tarif yang ditetapkan yakni 0,21 persen untuk transaksi lewat platform dalam negeri dan 1 persen untuk transaksi lewat platform luar negeri.

“Latar belakang diterbitkannya ketiga PMK adalah karena adanya perubahan status aset kripto sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dari yang awalnya komoditi menjadi aset keuangan digital.

Namun kini, sesuai ketentuan OJK, aset kripto dikategorikan sebagai aset keuangan yang disamakan dengan surat berharga, sehingga tidak lagi dikenakan PPN,” ujar Yoga.

Jasa seperti platform kripto dan mining tetap kena pajak jasa biasa, baik PPN maupun PPh sesuai imbalan yang diterima. Untuk jasa verifikasi oleh penambang kripto, tarif PPN-nya 2,2 persen, sedangkan PPh-nya mengikuti tarif umum.

“Pengaturan ini bertujuan menciptakan kepastian hukum dan konsistensi perlakuan pajak sejalan dengan karakteristik dan status baru aset kripto sebagai aset keuangan digital sesuai UU P2SK,” ujar Yoga.

Aturan ini menggantikan ketentuan lama dalam PMK 81/2024, PMK 48/2023, dan PMK 11/2025 yang dianggap tumpang tindih dan membingungkan masyarakat. Kini, pemerintah memastikan perlakuan pajak yang lebih adil, sederhana, dan tidak memberatkan konsumen.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement