REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama menyatakan Kantor Urusan Agama (KUA) mesti menjadi simpul utama ketahanan keluarga, bukan hanya sebagai tempat akad pernikahan semata.
"KUA jangan lagi diposisikan hanya sebagai tempat akad. Ia harus menjadi rumah mediasi, tempat rekonsiliasi, dan simpul utama ketahanan keluarga," ujar Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag Cecep Khairul Anwar di Jakarta, Senin.
Cecep mengatakan maraknya persoalan rumah tangga dan meningkatnya angka perceraian mendorong Kemenag untuk memperkuat kapasitas penghulu dalam fungsi mediasi keluarga.
Ia menekankan reposisi peran penghulu di tengah kompleksitas dinamika sosial. Menurutnya, penghulu adalah tokoh strategis yang tidak hanya memiliki otoritas religius, tetapi juga kapasitas profesional untuk mendampingi dan memediasi konflik keluarga.
"Kita ingin para penghulu tampil sebagai penjaga harmoni, karena menjaga keluarga tetap utuh berarti menjaga ketahanan bangsa," kata dia.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Kepenghuluan M. Afief Mundzir menjelaskan Kemenag telah menggelar pelatihan peningkatan kompetensi penghulu, agar mereka bisa memiliki kapasitas sesuai kebutuhan di lapangan.
Materi yang diberikan meliputi regulasi dan prosedur mediasi, teknik negosiasi, serta keterampilan menggali kepentingan pihak yang berkonflik.
"Kami ingin para penghulu bisa menyusun akta perdamaian, bukan hanya akta nikah. Ini bagian dari layanan integratif yang dibutuhkan masyarakat hari ini," katanya. Saat itu, pelatihan dilengkapi simulasi penanganan kasus dengan fasilitator berlisensi BP4 yang diakui Mahkamah Agung. Langkah ini diharapkan membekali peserta dengan sensitivitas sosial, kecermatan hukum, dan empati dalam menangani masalah keluarga. "Dengan pendekatan ini, penghulu tidak lagi pasif, tetapi hadir sebagai problem solver di tengah masyarakat," kata dia.