REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengkritisi target nilai kurs rupiah sebesar Rp16.500 per dolar AS yang ditetapkan Pemerintah dalam RAPBN 2026. Targetan tersebut dinilai terlampau pesimis, di tengah pergerakan rupiah saat ini yang tengah berada di posisi di sekitar Rp16.100 per dolar AS.
“Kami melihat angka Rp16.500 masih terlalu pesimis. Karena faktanya, realisasi kurs di tahun lalu Rp16.162 per dolar AS, tahun ini data sampai kemarin (Jumat, 15 Agustus 2025) kurs menguat di Rp16.186. Artinya angka Rp16.000-an adalah pattern yang umum,” ujar Ekonom Indef Eko Listiyanto dalam diskusi publik Indef bertajuk ‘Penerimaan Cekak, Program Unggulan Membengkak?: Tanggapan atas Nota Keuangan RAPBN 2026’ yang digelar secara daring, Sabtu (16/8/2025).
Eko menilai, harus ada upaya untuk mendorong nilai tukar rupiah untuk bisa kembali menguat ke level di bawah Rp16.000 per dolar AS. Menurutnya, Pemerintah seharusnya bisa melakukan itu. Tetapi, alih-alih demikian, Pemerintah justru dinilai pesimis.
“Kalau sudah pesimis duluan, tren-nya sekarang baru Rp16.100-an, sudah dipasang Rp16.500, itu juga menurut saya berarti ada hal-hal yang sangat dikhawatirkan Pemerintah, entah gejolak global, penurunan ekspor karena tarif Trump, dan seterusnya. Sehingga harus diupayakan membawa kembali ke bawah Rp16.000,” tegasnya.
Menurut Eko, pendapat tersebut relevan. Pasalnya, Presiden RI Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan dan nota keuangan RAPB 2026 yang disampaikan pada Jumat (15/8/2025) menyampaikan tentang upaya meningkatkan aliran masuk modal asing/capital flow. Secara otomatis, jika capital flowmeningkat, kurs rupiah juga menguat.
“Presiden sendiri bilang salah satu yang diungkap terutama di sesi pagi kemarin adalah bagaimana mengupayakan capital inflow dan mencegah terjadinya outflow. Kan nyata sekali dalam pidato-pidatonya, yang dia sebut pengusaha yang berusaha di Indonesia memutar uangnya di Indonesia. Kalau kemudian kita yakin bahwa tahun depan dan tahun-tahun berikutnya semakin banyak orang yang investasi ke kita, dan yang investasi ke kita keuntungannya juga diputar di Indonesia, bukan direpatriasi ke luar negeri, ya harus terlihat juga dari indikator nilai tukar,” terangnya.
Jika Prabowo menyampaikan langkah Pemerintah jelas akan mengupayakan peningkatan aliran masuk modal asing, maka menjadi kontradiktif target nilai kurs rupiah justru melesu.
“Teknoratisnya, kalau banyak modal diputar di Indonesia, ya rupiah akan menguat. Tapi angka rata-rata rupiah Rp16.100 per dolar AS, tapi di RAPBN di-setting Rp16.500, ini tanda-tanda mengkhawatirkan, bukan menguat,” tegasnya.