Rabu 20 Mar 2019 13:59 WIB

Ini Tanggapan Facebook Usai Banjir Kritik Video Christchurch

Video asli terorisme di Christchurch ditonton empat ribu kali sebelum dihapus

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Christiyaningsih
Facebook. Ilustrasi
Foto: Ubergizmo
Facebook. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Facebook angkat bicara tentang keseriusannya dalam menghentikan penyebaran video penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru. Facebook mengklaim video asli hanya ditonton empat ribu kali sebelum akhirnya dihapus oleh pihak Facebook.

Vice President Facebook Chris Sonderby mengatakan video penembakan ditonton kurang dari 200 orang selama disiarkan secara langsung oleh pelaku. Selama siaran berlangsung, Sonderby mengatakan tidak ada satu penonton video pun yang membuat laporan kepada Facebook.

Video penembakan pertama kali dilaporkan oleh pengguna sekitar 12 menit setelah siaran langsung berakhir. Facebook menghapus video tersebut ketika video tersebut ditonton sekitar empat ribu kali.

Meski video asli sudah dihapus, video tersebut sempat digandakan oleh pengguna lain. Tautan terhadap salinan video penembakan tersebut dibagikan oleh netizen ke portal forum 8chan. Dari tautan inilah, salinan video penembakan masjid di Christchurch mulai menyebar luas di dunia maya.

Sebelum pelaku penembakan melakukan aksinya, ia sempat mengunggah beberapa unggahan anti Muslim dan unggahan pro fasisme. Sonderby mengatakan akun media sosial pribadi milik pelaku penembakan sudah dihapus dari Facebook maupun Instagram.

"Kami juga secara aktif mengidentifikasi dan menghapus akun-akun peniru," ungkap Sonderby seperti dilansir TechCrunch, Selasa (20/3).

Facebook juga menyatakan mereka berhasil menghapus sekitar 1,5 juta salinan video dalam waktu 24 jam pertama setelah video asli disiarkan pelaku. Sebanyak 1,2 juta diantaranya dihentikan saat proses pengunggahan sehingga belum sempat ditonton oleh siapapun.

Terlepas dari itu, banyak pihak menilai angka ini juga menunjukkan kegagalan Facebook untuk menghentikan 20 persen proses pengunggahan salinan video penembakan masjid di Christchurch. Akibatnya, sekitar 300 ribu salinan video penembakan berhasil diunggah dan ditonton oleh orang-orang sebelum akhirnya dihapus oleh pihak Facebook.

Data-data ini juga tak cukup untuk membendung kritik terhadap Facebook sebagai platform media sosial yang berperan dalam penyebaran video-video kekerasan maupun ideologi berbahaya, khususnya setelah Facebook meluncurkan fitur Facebook Live sekitar tiga tahun lalu.

Banyak pihak yang mempertanyakan mengapa Facebook masih bergantung pada laporan manual pengguna terkait video-video berbahaya yang diunggah secara langsung melalui Facebook Live. Padahal, Facebook menggunakan perangkat dan sistem kecerdasan buatan yang cukup canggih. Beberapa pihak juga mengkritisi proses penghapusan video yang dinilai kurang cepat.

Sebagai pembelaan, Sonderby mengatakan ada tujuan mengapa Facebook tidak menghapus video penembakan asli lebih cepat. Sonderby mengatakan hal itu dilakukan agar Facebook bisa mempelajari, mendeteksi, dan menghapus video-video serupa lain yang diunggah ke platform Facebook dan Instagram. Tak hanya itu, Facebook juga telah membagikan lebih dari 800 video terkait penembakan dengan visualisasi berbeda kepada anggota-anggota Global Internet Forum to Counter Terrorism (GIFCT).

"Insiden ini menyoroti pentingnya kerjasama industri terkait jajaran teroris dan ekstremis kekerasan yang beroperasi secara daring," terang Sonderby.

Facebook bukan satu-satunya platform media sosial yang kewalahan menghentikan penyebaran video penembakan masjid di Christchurch. Youtube contohnya, cukup kesulitan untuk mengenali salinan video-video penembakan yang diunggah pengguna. Alasannya, para pengguna melakukan beragam penyuntingan untuk mengecoh sistem Youtube sehingga tidak bisa menyaring salinan video penembakan yang mereka unggah. Misalnya mengubah ukuran video maupun menambahkan watermark.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement