REPUBLIKA.CO.ID, Pada zaman dahulu kala, di negeri yng sangat jauh jauh sekali, hidup spesies "hobbit" yang sampai saat ini masih sangat misterius keberadaannya.
Mereka diperkirakan mencoba untuk bertahan hidup meski harus bertarung dengan seekor naga yang saat ini kita kenal dengan reptil purba komodo.
Memang terdengar seperti sebuah novel fiksi ilmiah, tetapi makhluk-makhluk kecil benar-benar hidup di Indonesia. Mereka bahkan mungkin berinteraksi dengan manusia modern, menurut para peneliti yang menghabiskan hampir satu dekade melakukan penggalian panjang di Liang Bua untuk mengungkap bukti "hobbit" dari Pulau Flores yang memiliki nama ilmiah Homo floresiensis.
Penelitian baru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature memperkirakan "hobbit" mati sebagai spesies pada 12 ribu tahun yang lalu atau lebih, mungkin 50 ribu tahun yang lalu.
Jika benar, itu berarti H floresiensis mungkin punya kontak dengan manusia modern, yang akan melakukan perjalanan melalui pulau-pulau Indonesia dalam perjalanan ke Australia.
"Kami tidak tahu pasti, karena kita tidak memiliki bukti dari mereka di pulau sebelum 11 ribu tahun yang lalu," ujar Dr Matthew Tocheri, paleoantropolog Museum Nasional Smithsonian Institution of Natural History, kepada The Huffington Post, Senin (4/4).
"Kita tahu bahwa manusia modern mencapai Australia sekitar 50 ribu tahun yang lalu, dan Anda tidak bisa sampai di sana kecuali jika Anda pergi di pulau-pulau Indonesia," katanya.
"Sampai sekarang, ini telah menjadi masalah yang terus-menerus dalam arkeologi di wilayah ini. Kami hanya bilang, bukti bahwa kita belum menemukan situs yang menunjukkan secara tepat bagaimana manusia modern berlayar ke pulau-pulau ini untuk akhirnya mencapai Australia, dan Flores adalah salah satu dari mereka," tambahnya.
Penelitian baru-baru ini menghasilkan analisis baru terkait fosil tulang "hobbit" yang sebelumnya ditemukan di gua Liang Bua. Berdasarkan bukti stratigrafi dan kronologi baru ditemukan, para peneliti menyimpulkan bahwa sisa-sisa kerangka tersebut mungkin berusia antara 100 ribu tahun dan 60 ribu tahun.
"Dari usia sedimen, //flowstones//, abu vulkanis, dan bahkan pengujian H floresiensis tulang sendiri menggunakan metode ilmiah paling up-to-date yang tersedia," kata Dr Richard Roberts, seorang profesor di University of Wollongong di Australia, dalam sebuah pernyataan.
"Dalam dekade terakhir, pemahaman kami telah jauh lebih baik tentang kapan deposito terakumulasi dalam Liang Bua, dan apa artinya ini bagi usia tulang 'hobbit' dan alat-alat batu," tambahnya.
"Tapi apakah manusia modern berinteraksi dengan 'hobbit' atau kelompok lain dari manusia--seperti 'Denisovans' yang melakukan perjalanan melalui Asia Tenggara? Hal ini masih merupakan pertanyaan terbuka dan menarik."
Para peneliti berharap untuk mengumpulkan lebih banyak wawasan tentang kehidupan rahasia "hobbit" dengan menggunakan pencitraan 3D di gua Liang Bua untuk memetakan seluruh situs penggalian.
Arkeolog pertama kali menemukan H floresiensis pada tahun 2003, ketika mereka menemukan sisa-sisa kerangka fosil spesies terkubur kira-kira 20 kaki turun di gua Liang Bua.
Kepada Huffpost, Tocheri mengatakan bahwa penelitian yang sedang berlangsung ini sangat sulit karena fosil "hobbit" cenderung mirip dengan spesies sebelumnya dalam susunan keluarga manusia pada 1 juta sampai 3 juta tahun yang lalu.
Meski demikian, menemukan H floresiensis fosil di sedimen Indonesia seperti mengajak kita kembali ke sekitar 50 ribu tahun yang lalu, ketika ada penyebaran keturunan hominin dari Afrika dan di Asia adalah Pulau Flores Indonesia.
"Saya melihatnya sebagai tanggung jawab kita untuk mendokumentasikan keragaman itu sehingga kita lebih memahami hal itu dan apa artinya bagi kita untuk menjadi manusia," kata Tocheri.